Dokumentasi warga atas bencana tornado di Rancekek, Sumedang pada Rabu (21/02) sore (sumber: dokumentasi warga)
Warta Kema – Bencana tornado yang melanda Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Bandung hari Rabu (21/02) sore bulan Februari lalu menimbulkan ratusan kerusakan bangunan ringan dan berat serta puluhan korban luka-luka. Meskipun sudah berlalu, terdapat ancaman bencana yang sama untuk terjadi lagi di daerah yang sebelumnya pernah dilanda. Sebagai salah satu universitas yang lokasi kampusnya dekat dengan titik bencana tornado, ini hal-hal yang harus dilakukan mahasiswa seandainya bencana terjadi ketika mahasiswa sedang beraktivitas di kampus.
“Kalau potensi pasti ada. Potensi pasti ada selama cuacanya ekstrem, bisa saja terjadi lagi. Itu kan faktor alam di mana udara di permukaan panas, udara di atas atau di awan dingin, dia ketemu, biasanya terjadilah,” jelas Yoga Sendjaja, Ketua Pusat Riset Kebencanaan Universitas Padjadjaran kepada Warta Kema, Jumat siang (01/03).
Sosialisasi bencana berupa gempa, gunung meletus, dan tsunami telah banyak diterapkan di berbagai sekolah untuk menyiapkan siswa menghadapi bencana ketika sedang di luar pengawasan keluarga. Namun, tidak dengan tornado.
Yoga menjelaskan hal-hal yang harus dilakukan mahasiswa jika bencana terjadi dan mahasiswa sedang berada di dalam lingkungan kampus. Menurutnya yang paling penting adalah segera berlindung.
“Masuk ke gedung. Yang berkendaraan cepat berlindung, jangan nyamperin. Berlindung, masuk ke gedung, jauhi akses masuk gedung seperti jendela dan pintu. Kalau misalnya berlindung di bawah atap seng trotoar dekat Gor Jati juga nggak aman,” ujar Yoga.
Yoga juga menambahkan bahwa penanganan evakuasi diri ketika terjadi bencana gempa bumi dan tornado berbeda. Dalam kasus bencana tornado dengan skala yang sama seperti di Rancaekek, ketika telah berada di dalam gedung, berada di lantai mana pun tidak masalah.
“Beda lagi dengan gempa, kalau gempa biasanya kan tunggu sampai tremornya reda baru turun ke lantai dasar. Tapi kalau angin puting beliung asal jangan dekat ke jendela. Karena kalau melihat sih bangunan kita cukup kokoh, skalanya nggak sampe EF4 lah. Di kita masih EF0,” katanya.
Dikutip dari BBC News Indonesia, Skala EF digunakan untuk menilai intensitas tornado berdasarkan dampak kerusakan yang ditimbulkan. Itu berarti, kecepatan angin dapat diperkirakan melalui kerusakan yang terjadi.
Peringkat Skala EF berada di antara 0 – 5. Semakin kecil angkanya, maka semakin kecil pula kerusakannya.
Yoga pun memberikan pandangannya atas perbedaan pendapat di antara dua intansi pemerintah, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) atas kategori angin kencang yang menghantam Rancaekek pada Februari lalu.
“Kalau pake skala memang skalanya paling kecil, tapi itu udah masuk kategori tornado sih menurut saya. Kesimpangsiuran misalnya ada 2 instansi pemerintah yang bilang ini angin puting beliung, yang ini adalah tornado, saya pikir bukan itu masalahnya. Masalahnya itu, masyarakat harus disosialisasikan agar tahu kalau hal itu akan datang lagi,” tutup Yoga, Jumat (01/03).
Reporter: Zulfa Salman