
Warta Kema – Literasi merupakan proses ketika seseorang mampu memahami dan mengolah informasi yang telah didapat melalui bacaan dan tulisan. Bentuk literasi juga semakin beragam, tidak hanya dalam bentuk cetakan saja, tetapi juga dalam bentuk digital.
Menurut Evi, dosen program studi Ilmu Perpustakaan dan Sains Informasi (PSI) Universitas Padjadjaran (Unpad), bentuk literasi saat ini menjadi lebih beragam karena mengikuti perubahan zaman.
“Perkembangan minat baca dapat dilihat dari perkembangan zaman, seperti adanya e-book, majalah, dan jurnal. Jadi minat baca itu tidak dilihat dari buku teks saja,” ujarnya.
Lantas, apakah perubahan bentuk literasi dapat mempengaruhi jumlah peminjaman buku di perpustakaan dan kurangnya pemahaman mengenai isi dari buku tertentu?
Faktor menurunnya minat membaca pada mahasiswa
Evi menjelaskan bahwa kurangnya minat membaca pada mahasiswa dipengaruhi oleh kebiasaan membaca untuk referensi saja tanpa mendalami isinya. Evi juga menjelaskan bahwa beberapa aktivitas mahasiswa kurang mendukung untuk melakukan diskusi terkait topik tertentu.
“Mungkin perlu adanya perubahan kurikulum bahwa membaca itu bukan hanya sekedar tugas saja melainkan bisa mengembangkan arah penelitian, persiapan skripsi, dan hobi dari rujukan bacaan melalui diskusi. Kebanyakan aktivitas mahasiswa jarang melakukan diskusi pengembangan mata kuliah atau diskusi topik tertentu,” ujarnya.
Perkembangan minat baca mahasiswa tidak hanya bergantung pada kebiasaan individu, tetapi juga dukungan dari Universitas untuk memandu, mengenalkan, dan menyediakan fasilitas.
Penyediaan Fasilitas oleh Kampus
Ziyani Marni, Pustakawan Kandaga Unpad, menjelaskan bahwa telah dilakukan program pendukung minat baca mahasiswa dan menyediakan layanan sumber digital lain, seperti e-book dari Kemendikbud. Ziyani juga menjelaskan bahwa perpustakaan terus memperbarui sarana untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa.
“Kondisi perpustakaan (saat ini) sudah jarang (mahasiswa) yang membaca buku karena ada perubahan media, seperti ensiklopedia. Perpustakaan juga menyediakan fasilitas, seperti ruangan multimedia dan koleksi digital berupa e-resources di laman Unpad, mahasiswa yang datang ke perpustakaan lebih banyak menggunakan fasilitas, seperti ruang belajar dan e-resources daripada meminjam buku,” ujarnya.
Pembinaan Teknologi Sebagai Media Literasi
Evi menjelaskan bahwa seharusnya Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan dan teknologi lainnya dalam penggunaan di perguruan tinggi diberikan pembinaan terlebih dahulu. Maka dari itu, Evi yakin bahwa universitas perlu memberikan aturan tegas dalam penggunaan teknologi dan kecerdasan buatan.
“Peran perguruan tinggi adalah mengenalkan dan menerapkan penggunaan AI untuk materi pembelajaran, Universitas kita sendiri sudah ada undang-undang khusus penggunaan AI sebagai media pembelajaran,” ujarnya.
Pembinaan penggunaan AI kini tercatat dalam Peraturan Rektor Nomor 8 Tahun 2025 tentang Pemanfaatan Artificial Intelligence (AI). Evi menjelaskan bahwa Unpad kini menerapkan aturan khusus terkait cara mahasiswa dan dosen menggunakan AI. Evi menjelaskan bahwa AI bukanlah sebuah musuh yang harus dihindari, melainkan media yang membantu memaksimalkan pembelajaran.
“AI itu bukan untuk membantu mahasiswa mengerjakan tugas lalu dicap plagiat tapi AI menyediakan sumber-sumber rujukan kemudian membantu bagaimana menuliskan saat merasa terjebak, AI akan memberi kisi-kisi kemudian diri kita harus mengembangkan sendiri.”
Pada akhirnya, teknologi berkembang untuk membantu aktivitas mahasiswa, seperti memudahkan dalam pengerjaan tugas mereka. Untuk melindungi keaslian karya dan pembinaan dalam menggunakan teknologi, pihak kampus perlu menegaskan kebijakan agar sivitas kampus memiliki batasan dan keteraturan ketika menggunakan fasilitas.
Penulis: Arinda Iqlima
Editor: Fernaldhy Rossi Armanda, Alifia Pilar Alya Hasani
