
Warta Kema – Pengelolaan sampah memiliki peran penting untuk mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat. Hal ini disadari oleh pihak kampus Universitas Padjadjaran (Unpad) dengan menerapkan beberapa langkah yang bisa mendorong Unpad menjadi kampus hijau.
Unpad mengacu pada indikator UI GreenMetric untuk menjadi kampus hijau. Terdapat beberapa kriteria dalam indikatornya, salah satunya adalah pengelolaan sampah. Hal ini diungkapkan langsung oleh Ketua Pusat Keamanan, Keselamatan dan Kesehatan Lingkungan (K3L) Unpad, Irwan Ary Dharmawan. Dengan terwujudnya kampus hijau, Unpad berharap dapat berkontribusi dalam kebersihan lingkungan. Salah satu langkahnya adalah dengan didirikannya Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuce, Recycle (TPS 3R) di Ciparanje.
“Kita mengacu pada indikator-indikator yang ada di UI GreenMetric, jadi pemeringkatan untuk green campus itu banyak sekali, salah satunya adalah yang digagas oleh UI tentang kampus hijau, itu UI GreenMetric, nah (pengelolaan) sampah ini menjadi kategori penilaian dari UI GreenMetric,” ujarnya.
TPS 3R di Ciparanje ini baru dibuka sejak bulan Juli 2025. Irwan menyampaikan bahwa sejak awal pembukaannya, terdapat beberapa kendala yang memperlambat proses pengelolaan sampah. Salah satu kendalanya adalah dengan pihak ketiga yang berujung pada pemutusan kontrak.
“Kita kerja sama dengan pihak ketiga, tapi sempat off karena setting alatnya tidak sesuai dengan kondisi sampah yang ada di Unpad, jadi alat pencacah sampah organiknya itu harus pisau tertentu, itu yang membuat mereka mandek dan susah dapatnya. Kemudian, mereka punya beberapa titik operasional dan di Unpad sedikit terbengkalai dari segi Sumber Daya Manusia (SDM). Akhirnya, kita sudah memberikan surat peringatan sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) dan pemutusan kontrak itu sebulan sebelum akhir kontrak,” tegasnya.
Proses pengelolaan sampah di TPS 3R Ciparanje juga masih kurang ramah lingkungan, yaitu dengan pembakaran sampah yang sudah menumpuk. Pembakaran sampah dapat menyebabkan polusi udara dan menciptakan lingkungan yang tidak sehat. Hal ini disampaikan oleh Koordinator TPS 3R Ciparanje, Heri, dan ia menyadari bahwa pembakaran sampah bukanlah solusi dan bersifat kurang ramah lingkungan. Heri juga menambahkan bahwa pihak kampus pun sudah memberikan teguran terkait hal ini. Namun, tampaknya saat ini belum ditemukan solusi yang cukup efektif untuk menanggulangi masalah tersebut.
“Kalau caranya dibakar ya akan menjadikan polusi dan jadi sarang penyakit juga ‘kan gitu, makanya kita juga mengupayakan akan ada kerja sama Unpad sama (pihak) luar untuk mengatasi masalah, tapi belum efektif,” ujarnya.
Heri menyampaikan bahwa meskipun pembakaran sampah di TPS 3R dinilai bukanlah solusi, tetapi ia memiliki alasan tentang mengapa masih dilaksanakannya pembakaran sampah.
“Sebenarnya alatnya sudah ada, cuman karena kapasitasnya terlalu kecil dan sampahnya terlalu banyak, mau tidak mau kita solusinya begitu, kalau tidak ya sampahnya akan menggunung,” ujarnya.
Ketua Pusat Keamanan, Keselamatan dan Kesehatan Lingkungan (K3L) Unpad, Irwan Ary Dharmawan, sudah mengetahui soal pembakaran sampah di TPS 3R Ciparanje. Ia juga menyampaikan bahwa Heri sudah melapor sebelum dilakukannya pembakaran sampah di TPS 3R Ciparanje.
“Kemarin Pak Heri bilang untuk sampah yang tidak membahayakan akan dibakar, asal polusinya kita redam,” ujarnya.
Menanggapi kendala-kendala yang dihadapi pihak TPS 3R Ciparanje, Irwan sudah menyiapkan beberapa rencana yang akan dilaksanakan ke depannya. Ia menjelaskan bahwa salah satu rencananya adalah bekerja sama dengan pihak ketiga yang baru untuk mengatasi masalah SDM dan peralatan.
“Kalau pihak ketiga yang sekarang itu lebih ke pemberdayaan SDM dan mesin-mesin yang rusak itu kita perbaiki,” ungkapnya.
Irwan menyampaikan bahwa targetnya di akhir bulan November prosesnya sudah berjalan dengan SDM yang lebih matang dan fasilitas yang lebih layak. Sembari menunggu prosesnya berjalan pada akhir bulan itu, Irwan berencana untuk berkolaborasi dengan budidaya maggot di Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Unpad. Hal tersebut dilakukan agar sampah tidak terlalu menumpuk di TPS dan bisa dimanfaatkan untuk pakan maggot.
“Sambil menunggu akhir November karena kita gak mau terlalu lama, kemungkinan kita akan coba menggunakan maggot, artinya jangan terlalu lama lah ya, jangan sampai sampah semakin lama semakin menumpuk ‘kan gak bagus juga,” tegasnya.
Selain itu, Irwan menyampaikan bahwa ia tertarik untuk mengaplikasikan sistem pengelolaan sampah yang sudah terlaksana di Sekolah Pascasarjana Unpad Dipatiukur untuk meningkatkan budaya pemilahan sampah para mahasiswa.
“Jadi di Pasca(sarjana) itu ada aplikasinya supaya terekam siapa yang membuang sampah, nanti akan masuk ke poin dan poin itu bisa dijadikan diskon di kantin,” ujarnya.
Irwan juga menambahkan, ketika nanti proses pengelolaan sampah sudah berjalan dengan baik, ia akan mengusulkan kepada pihak rektorat untuk penambahan truk sampah agar prosesnya dapat berjalan lebih cepat. Ia ingin memastikan pengelolaan sampah berjalan dengan baik terlebih dahulu sebelum menambahkan truk sampah, karena kondisi keuangan yang akan terpengaruh serta minimnya investor yang berminat dalam suntikan dana truk sampah.
“Sekarang kendalanya setelah dipilah adalah truknya cuman satu, saya sudah menyampaikan proposal ke beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tetapi sayangnya kalau truk sampah kurang peminat. Kalau dari pimpinan (mereka) bilang kita tunggu dulu karena sekarang dari finansial kita belum pulih, ada efisiensi dari pemerintah, kalau kita sudah melewati itu, kata Pak Rektor yaudah beli aja truknya, tapi saya ingin memastikan bahwa yang di TPS 3R ini sudah running dulu, kalau sudah oke saya bisa minta ke bapaknya enak,” ujarnya.
Namun, dengan fasilitas yang memadai, perwujudan kampus hijau akan sulit dicapai apabila tidak didukung dengan kesadaran para keluarga mahasiswa (kema) Unpad. Heri mengimbau para mahasiswa untuk mulai memilah sampah organik dan anorganik di kampus.
“Kalau disana sudah dipilah, kita mengurainya lebih enak,” tegasnya.
Dengan melaksanakan program jangka panjang ini, Irwan memiliki harapan untuk menjadikan Unpad lebih bersih. Dengan itu, Irwan juga menyampaikan kapan ia ingin harapannya tercapai.
“Unpad lebih bersih. Kalau optimismenya tinggi saya pengennya tahun depan, tapi saya menganggapnya gak realistis karena infrastruktur kita belum terkategori dengan baik, mestinya dalam dua tahun kita sudah bisa,” tegasnya.
Selain TPS 3R, Sivitas Akademika Fikom Unpad memulai gerakan kesadaran lingkungan dengan menjalankan program bernama “Magnifik” dimana mereka melaksanakan pembudidayaan maggot yang bisa membantu pengelolaan sampah organik di kampus. Program ini merupakan inisiatif langsung dari Dosen Fikom Unpad, Herlina Agustin, sebagai Kepala Living Lab Magnifik. Program ini berjalan sejak tanggal 17 Februari 2025, dan mulai melakukan sosialisasi dan edukasi di sekitaran area kampus.
Angga Argun Nugroho, Asisten Living Lab Magnifik, meyakini bahwa ini merupakan langkah yang tepat untuk mengatasi masalah sampah di kampus. Namun, ia yakin bahwa mahasiswa memiliki peran yang lebih penting.
“Bukan hanya pengelolaan sampah, tetapi juga mengurangi sampah yang diproduksi oleh setiap individu,” tegasnya.
Angga pun belum merasakan perubahan yang signifikan oleh para mahasiswa setelah diadakan budidaya maggot di kampus. Meskipun sivitas akademika sudah menyadari bahwa sampah organik dan anorganik harus dipilah, tetapi ia belum melihat aksi yang sesuai dengan kesadaran orang-orang soal pemilahan sampah.
“Orang pengennya simple, kalau makanan sisa yaudah dibuang gitu aja, tidak dikelola dengan baik. Dan harapan dari magnifik ‘kan sampah-sampah sisa makanan ini bisa dikirimkan ke living lab untuk diolah dan dijadikan makanan untuk maggot,” ungkapnya.
Magnifik menyiapkan inovasi untuk meningkatkan minat para mahasiswa soal pengelolaan sampah. Inovasi ini melibatkan para mahasiswa dan sisa sampahnya dengan memanfaatkan maggot yang dibudidayakan di Fikom Unpad.
“Jadi ketika ada mahasiswa, tendik atau sivitas akademika lainnya ingin menyumbangkan sampahnya, nanti akan diberikan poin yang bisa ditukarkan dengan sesuatu yang bernilai, seperti maggot kering, sayur-sayuran yang ditanam, dan lele yang diternak,” jelasnya.
Angga menyampaikan bahwa Magnifik berniat mengadakan sosialisasi untuk mengubah pola pikir mahasiswa Unpad, sehingga kesadaran para mahasiswa soal sampah akan meningkat.
“Karena mahasiswa itu adalah agent of change, kita berusaha sosialisasi di internalnya dulu dan mengubah pandangan bahwa sampah ini bukan sekedar sampah, tapi sampah ini menjadi sesuatu yang bernilai untuk keberlanjutan,” ujar Angga.
Angga menambahkan bahwa ia berharap sosialisasi ini dapat merubah pola pikir dan meningkatkan kesadaran warga Unpad terkait sampah dan kedepannya mengubah sampah menjadi suatu hal yang ringan untuk diatasi.
“Setelah adanya perubahan pola pikir dan kebiasaan, tentunya penanganan sampah di Unpad bisa lebih terstruktur dan bisa berkontribusi dalam penanganan sampah organik di Indonesia. Sebagian besar (sampah) yang diproduksi (oleh masyarakat) itu adalah sampah organik dan layaknya bom waktu, jika dibiarkan dalam waktu yang lama akan berbahaya karena mengandung gas metana,” tambah Angga.
Kedua program tersebut setuju bahwa saat ini sampah bukanlah masalah yang ringan dan perlu waktu yang lama untuk mengatasi permasalahannya. Namun, diawali dengan kedua langkah tersebut, khususnya di wilayah kampus dan sekitarnya, mereka memiliki harapan yang sama, menjadikan Unpad lebih sehat dan berdampak positif di wilayah sekitar.
Penulis : Danish Kennard Azizi
Editor : Fernaldhy Rossi Armanda, Alifia Pilar Alya Hasani
