FOTO: Tita Karlita, Earlya Rahma, Alya Zalfa
Agradarma kembali hadir di tahun 2025 sebagai salah satu program kerja pengabdian dari Himpunan Mahasiswa Agroteknologi (HIGROLOGI). Memasuki tahun kelima pelaksanaannya, Agradarma terus konsisten menjadi wadah kontribusi nyata mahasiswa dalam menjawab kebutuhan masyarakat, khususnya di bidang pertanian. Sebagai langkah awal dari rangkaian kegiatan pengabdian tahun ini, Agradarma telah melaksanakan program kerja pertamanya. Pengabdian ini dilaksanakan di desa Ciheulang dan kelurahan Jelekong pada Selasa (22/07). Agradarma 2025 membawakan tema “Bhakti Tani” yaitu pengabdian di sektor pertanian. Penyelenggara melibatkan karang taruna, kelompok Wanita Tani, BPP (Badan Penyuluh Pertanian), dan kolaborasi dengan UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah). Acara ini dilatar belakangi oleh isu dalam sektor pertanian di Indonesia yang hasil perekonomiannya belum meningkat secara stabil, sehingga penyelenggara mengambil langkah untuk mengekspos pertanian Indonesia agar semakin maju dengan harapan agar Agradarma dapat menjadi sarana untuk memperkenalkan pertanian Indonesia ke dunia secara luas. Joshua Caesar P. H, Project Officer dari Agradarma 2025 menekankan bahwa keberlangsungan dan keberlanjutan sektor pertanian di Indonesia harus tetap berjalan, sebagaimana jika tidak ada pertanian, pemenuhan kebutuhan pangan tidak akan tercapai.
Di Desa Ciheulang, terdapat empat program kerja yang melibatkan masyarakat desa sekitar, yaitu sosialisasi budidaya maggot, budidaya hidroponik dengan Nutrient Film Technique (NFT), kebun TOGA (Tanaman Obat KeluarGa). dan Kalender Tanam yang berisikan rekomendasi tanaman yang cocok untuk ditanami pada bulan tertentu. Desa Ciheulang telah menjadi tempat berlangsungnya Agradarma selama 2 tahun berturut dengan temuan hasil pertanian yang memiliki nilai jual tinggi, sehingga penyelenggara memilih untuk kembali mengembangkan hasil pertanian di desa tersebut.
Pada kelurahan Jelekong, penyelenggara memfokuskan pada pengendalian hama yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu hama tikus dan burung pipit di sawah. Program kerja ini merupakan bentuk revitalisasi dari program kerja sebelumnya yaitu rumah burung hantu yang kurang ideal sehingga terdapat beberapa komponen yang diperbaiki. M. Dzulfan Fadilah selaku staf event Agradarma 2025 menjelaskan prosedur program kerja tersebut, “Upaya awal yang direncanakan dalam pengendalian hama burung pipit pada lahan sawah adalah melalui penerapan metode fisik berupa pemasangan jaring pengendali di atas area tanam. Selanjutnya, akan disosialisasikan penggunaan tanaman refugia sebagai strategi pengalihan. Tanaman refugia ini berfungsi sebagai tanaman alternatif yang diharapkan mampu menarik perhatian burung, sehingga mereka cenderung menghindari tanaman padi. Dengan kata lain, tanaman refugia dapat menjadi media pengalihan yang memberikan habitat atau sumber daya lain bagi burung, sehingga serangannya terhadap tanaman utama dapat diminimalkan.”
Persiapan acara dilakukan satu minggu sebelum kegiatan, dimulai dari survey dan pencarian data dengan menerima saran dan masukan dari warga sekitar, sehingga penyelenggara bisa bergerak sesuai dengan kebutuhan dan keresahan masyarakat. Sebelum acara ini dimulai, penyelenggara juga telah melaksanakan uji coba kegiatan untuk meminimalisir kegagalan yang akan terjadi ketika program kerja berlangsung.
Pada program kerja pertama ini, penyelenggara memberikan pemahaman secara langsung kepada warga sekitar terkait pemanfaatan maggot (larva BSF). Program edukasi budidaya maggot yang dilaksanakan di Padepokan Mundinglaya Siliwangi, Desa Ciheulang, bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai potensi maggot sebagai solusi pengelolaan sampah organik sekaligus sumber pakan alternatif. Kegiatan ini diawali dengan sosialisasi mengenai siklus hidup maggot, teknik budidaya, hingga praktik langsung pembuatan media budidaya dan cara panen. Pada saat kegiatan sosialisasi warga mengikuti kegiatan dengan antusias dan menunjukkan minat yang tinggi terhadap pengembangan maggot. Dalam proses praktiknya, peserta mulai memahami bagaimana sampah organik seperti sayuran dan buah-buahan dapat dikonversi menjadi sumber protein tinggi melalui budidaya maggot.
Hasil monitoring teknis menunjukkan bahwa dalam satu kali panen diperoleh 3 kg maggot yang langsung dimanfaatkan sebagai pakan ayam, serta produk sampingan berupa kasgot yang berpotensi digunakan sebagai pupuk organik. Respon masyarakat terhadap kegiatan ini sangat positif; peserta tidak hanya menunjukkan ketertarikan, tetapi juga mulai menerapkan pemilahan limbah rumah tangga sebagai langkah awal budidaya. Penelitian terdahulu mendukung pendekatan ini, di mana maggot diketahui mampu mereduksi 35–45% massa limbah organik (Diener et al., 2009) dan mengandung protein tinggi (45–50%) serta lemak (24–30%) (Fahmi, 2015), menjadikannya pakan unggas dan ikan yang potensial (Mokolensang et al., 2018).
Secara keseluruhan, Ania Sri Latifah sebagai wakil kepala divisi riset advokasi Agradarma 2025 berharap agar target-target dari setiap program kerja dalam acara tersebut dapat terpenuhi secara maksimal, terutama mengenai pengetahuan warga. Untuk mengetahui hasil pemahaman warga secara pasti, penyelenggara telah mempersiapkan pre-test dan post test pada setiap program kerja. Tak hanya itu, penyelenggara juga telah menyelipkan kuesioner untuk mengukur ketertarikan pada program kerja yang dilaksanakan. Sebagai hasil dari program kerja yang berlangsung, penyelenggara berencana untuk merilis booklet dan mempublikasi artikel ilmiah dari program kerja hidroponik sebagai pemenuhan pengetahuan warga sekitar.
Agradarma merupakan wadah bagi mahasiswa untuk melakukan pengabdian kepada masyarakat sekitar, tidak hanya secara teoritis, namun juga secara praktik. Berbagai program kerja dari kedua lokasi tersebut dapat menjadi inovasi yang menginspirasi generasi muda untuk memajukan sektor pertanian di Indonesia. Seperti tema yang dibawakan, Membumi dalam Aksi, Membangun dengan Hati!
DAFTAR PUSTAKA
- Diener, S., Zurbrügg, C., & Tockner, K. (2009). Conversion of organic material by Black Soldier Fly larvae : establishing optimal feeding rates. Waste Management & Research, 27(6), 603–610. https://doi.org/10.1177/0734242X09103838
- Fahmi, M. R. (2015). Optimalisasi proses biokonversi dengan menggunakan mini-larva Hermetia illucens untuk memenuhi kebutuhan pakan ikan. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, 1(1), 139–144. https://smujo.id/psnmbi/article/view/1054
- Mokolensang, J., Hariawan, M., & Manu, L. (2018). Maggot (Hermetia illunces) sebagai pakan alternatif pada budidaya ikan. Budidaya Perairan September, 6(3),32–37.https://doi.org/10.35800/bdp.6.3.2018.28126