
Pada hari Kamis (26/06), Aksi Kamisan Jatinangor telah diselenggarakan di pelataran Galeri Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Saung Budaya Sumedang (Sabusu). Tidak hanya mahasiswa Unpad, Kamisan ini turut dihadiri oleh masyarakat Jatinangor dan mahasiswa dari berbagai universitas.
Sebelumnya, Aksi Kamisan Jatinangor rutin dilaksanakan setiap pekan di Tugu Makalangan Unpad dengan tujuan menjaga keberlanjutan perjuangan Hak Asasi Manusia (HAM). Namun, Aksi Kamisan kali ini membawa tema cukup spesial karena bertujuan untuk menyuarakan keresahan langsung kepada kepala daerah yang tengah mengadakan retret di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).
Dengan tema “Tegakkan Hak Asasi, Lawan Upaya Sentralisasi,” berbagai kritik tajam terhadap penyelenggaraan retret oleh pemerintah pusat disuarakan oleh massa. Mereka secara lugas menyatakan bahwa kegiatan retret tersebut memakan biaya hingga belasan miliar rupiah, mengindikasikan adanya upaya sentralisasi kekuasaan. Danu, salah satu massa aksi, menegaskan bahwa perilaku foya-foya semacam ini sangat kontras dengan kondisi finansial negara dan kebutuhan rakyat, sehingga layak dikritisi secara keras.
“Retret ini kan diselenggarakannya di tengah efisiensi ya, yang memakan biaya sampai belasan miliar. Bayangin, kita bahkan di dunia pendidikan tuh, anggaran pendidikan banyak banget yang dipotong. Tapi, pemerintah leha-leha dengan foya-foya menghabiskan uang untuk retret. Itu yang kita kritisi,” ujar Danu.
Seiring dengan berjalannya orasi, fokus tuntutan pun turut melebar. Massa turut menyuarakan berbagai tuntutan krusial yang dinilai mendesak untuk diselesaikan. Seperti konflik agraria yang terjadi di berbagai daerah, penambangan ilegal di Raja Ampat, termasuk kritik terhadap perbaikan infrastruktur Jatinangor yang baru-baru ini dijalankan.
Danu mencurigai bahwa perbaikan infrastruktur seperti pengaspalan jalan dan pemasangan lampu, bukanlah hasil ketulusan pemerintah daerah. Menurutnya, hal tersebut adalah upaya untuk menyambut acara retret kepala daerah. Kekecewaan massa semakin memuncak karena merasa keluhan bertahun-tahun sebelumnya diabaikan dan tidak didengar.
“Ya, secara umum kita gak punya poin-poin tuntutan yang jelas, ya. Cuma ada tema besar tadi aja. Tapi, selama orasi tadi, banyak kawan-kawan yang menyuarakan juga masalah-masalah di Jatinangor, gitu. Bahkan memperhatikan ketika Jatinangor belakangan ini mulai banyak yang dibenahi, kayak jalannya dibenerin, dikasih lampu segala macem. Nah, tapi itu dirasa bukan hal yang tulus. (Perbaikan ini) dilakukan oleh pemerintah daerah di Sumedang ataupun Jatinangor karena, ya, itu dilakukan untuk menyambut retret-retret kepala daerah tadi untuk menyambut hajat negara ‘kan pada dasarnya. Selama ini ke mana aja, ketika kita udah bertahun-tahun menyuarakan, gak pernah ada jawaban apapun dari pemerintah,” papar Danu.
Aksi Kamisan kali ini tak luput diwarnai oleh berbagai dinamika dan hambatan. Salah satunya adalah pergeseran lokasi titik kumpul massa aksi yang semula di depan kampus IPDN menjadi di Sabusu. Perubahan ini disampaikan oleh Danu pada dini hari pelaksanaan aksi atas dasar pertimbangan mengenai aspek keamanan massa aksi. Tak hanya itu, sepanjang pelataran Sabusu dijaga ketat oleh aparat kepolisian. Penjagaan ini sudah terlihat bahkan sebelum aksi dimulai.
“Bahkan ketika tadi, kalau teman-teman datang lebih dulu, ya. Sekitar jam 3 pas, itu ada sekitar 3-4 mobil polisi yang jaga disini, gitu,” ujar Danu.
Danu menambahkan, penjagaan mulai berpencar setelah massa mulai berkumpul. Kemungkinan, hal ini dilakukan untuk memantau pergerakan massa. Ini menunjukkan adanya pengawasan ketat terhadap aksi demonstrasi.
“Terus, ketika udah mulai kumpul baru mereka mulai berpencar, sebagian dikurangi yang di sini,” tambah Danu.
Ketegangan juga sempat memuncak ketika terjadi perdebatan negosiasi antara massa aksi dengan pihak Direktorat Kemahasiswaan, Inu Isnaeni Sidiq. Hal ini terjadi saat massa berupaya untuk bergerak memulai long march yang melewati area depan gerbang kampus IPDN, lokasi retret kepala daerah.
Massa menganggap long march tidak akan memicu bentrok dan menimbulkan kerusuhan karena aksi ini diselenggarakan secara damai untuk menjadi ruang publik dalam menyampaikan keresahan. Namun, Inu tetap menyarankan agar massa melakukan long march ke arah Unpad saja, tidak perlu ke arah gerbang IPDN.
Setelah serangkaian diskusi, akhirnya Inu memperbolehkan massa untuk melakukan perjalanan menuju IPDN, tetapi dengan satu syarat: tidak diperbolehkan membawa alat-alat propaganda, seperti spanduk dan poster.
Ironisnya, meskipun syarat telah dipenuhi dan izin didapatkan, pergerakan massa kembali tertahan tak jauh dari gerbang kampus IPDN. Aparat kepolisian secara tegas menahan, sehingga massa terpaksa harus kembali ke titik awal demonstrasi, Sabusu.
Penulis : Rofi Roudhiatin Dwi Andini
Editor : Alifia Pilar Alya Hasani, Fernaldhy Rossi Armanda