Berbicara digitalisasi, tentu tidak terlepas dari peran media massa yang juga mengalami adaptasi. Jika dulu kita mengenal media konvensional semacam koran, radio, dan berbagai media lainnya maka sekarang kita lebih familiar dengan media berbasis digital seperti pada website dan sosial media. Persma Pena Budaya FIB dengan kolaborasinya bersama Narasi menyelenggarakan webinar “Dialog Media: Eksplorasi Media bersama Narasi” yang dilaksanakan pada Sabtu (21/8) lalu.
Mengundang Zen RS selaku Pemimpin Redaksi Narasi sebagai pembicara, webinar ini menggaet lebih dari 150 partisipan. Ini merupakan salah satu rangkaian dari Pena Budaya Webinar Series yang dapat dicari dengan tagar #PenbudWebinarSeries pada Instagram.
Pokok bahasan yang dibawakan yaitu “Mengulik Alur Produksi Berita dan Kehidupan Redaksi di Era Digital”. Pada pemateriannya, Zen banyak memaparkan terutama hal-hal yang dilakukan oleh Narasi dalam memproduksi sebuah berita berbasis video content.
Lantas bagaimana produksi suatu berita berbasis video ala Narasi? Singkatnya, Zen memaparkan setidaknya ada empat tahap yang dilakukan Narasi dalam membuat video based content, yaitu pra-produksi, produksi, post-produksi, dan distribusi. Ia menegaskan bahwa batas-batas produksi suatu media berbasis digital seolah tak ada, tak seperti media konvensional. Uniknya, jika dulu media bisa membentuk pembacanya, justru sekarang pembaca yang sangat membentuk media.
“Sekarang prosesnya resiprokal, dua arah. Pembaca bisa sangat menentukan media dan media bisa saja menentukan pembaca. Walaupun saat ini media cenderung lebih kuat dipengaruhi audiens ketimbang audiens dipengaruhi media,” terang Zen.
Adaptasi yang dilakukan media tidak terlepas dari adaptasi yang juga harus dilakukan reporter atau jurnalis. Ia menuturkan bahwa saat ini seorang reporter khususnya di Narasi dituntut untuk serba-bisa dalam merancang video based content apa yang ingin ia produksi, dari mulai mengerjakan tahap pra-produksi sampai produksi, setidaknya mampu ia lakukan sendiri. Kemampuan riset, menyusun pertanyaan, menentukan narasumber yang tepat, serta banyak hal dalam proses pra-produksi lainnya juga sebaiknya dikuasai oleh setiap reporter.
“Di saat ini, seorang reporter kecenderungannya menurut bps 2500 akan menjadi VJ (video journalist) yang punya kemampuan untuk mengerjakan banyak hal sekaligus dalam rangkaian work flow produksi konten,” paparnya.
Motif pembaca yang tidak lagi tunggal serta hadirnya berbagai platform jadi beberapa alasan media digital perlu adaptasi lebih dalam lagi. Kini, ada alasan lain yang mendasari seseorang membaca berita, seperti untuk hiburan, belajar, menambah koneksi, dan lain-lain.
“Dulu, membaca berita hanya untuk mendapat informasi dan agar melek pengetahuan. Namun, sekarang motivasinya lebih kompleks,” tukas Zen.
Mengelola media berbasis digital tentu melahirkan banyak tantangan-tantangan baru. Mulai dari alur produksi, kehidupan redaksi, sampai digitalisasi yang terus berkembang. Kemampuan untuk adaptasi yang menjadi salah satu kunci menjawab tantangan tersebut guna menghadirkan berita berkualitas bagi pembaca.
Reporter: Helfrida Mahendraputri
Editor: Karina Rahma Wati