Bandung, WARTA KEMA– “Sebenarnya, BEM Kema Unpad ini adalah salah satu inisiator utama dalam pihak yang mencetuskan aksi gaya baru ini,” ungkap Kepala Departemen Propaganda dan Aksi BEM Kema Unpad Zen Arifin.
Pada Kamis (21/4), Zen Arifin bersama dengan Kema Unpad lainnya melaksanakan aksi yang disebut-sebut sebagai aksi gaya baru di depan Gedung Sate, Bandung. Aksi gaya baru yang digagas oleh BEM Kema Unpad ini merupakan aksi yang membuka ruang pelibatan kepada masyarakat dengan skema awal adanya pasar, panggung seni, dan semacamnya.
Zen juga menerangkan bahwa output yang diharapkan pada akhirnya bukan ingin menekan satu lembaga atau institusi untuk keluar secara sepihak. Akan tetapi, pihaknya ingin mengudarakan tuntutan yang dibawa melalui konferensi pers. Lewat seruan aksi koalisi warga Jawa Barat, pihaknya pun turut mengundang teman-teman media untuk hadir dan meliput berbagai tuntutan yang disuarakan.
Begitu kurang lebih narasi awal yang ingin dibangun oleh BEM Kema Unpad. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu dan setelah dilakukannya konsolidasi Jawa Barat, terdapat beberapa keterbatasan yang mengharuskan adanya penyesuaian konsep aksi.
“Memang pada awalnya kita itu menginisiasi untuk adanya aksi yang lebih mengarah kepada rakyat, rakyat bantu rakyat, pesta rakyat. Perbedaan pada aksi kali ini adalah kita melibatkan entitas dan elemen masyarakat. Kita bahkan mengundang LSM dan NGO,” tutur Zen Arifin.
Aksi dimulai tepat pukul 14.35 WIB di depan Gedung Sate setelah sebelumnya para massa aksi melakukan long march dari titik kumpul di Gelap Nyawang, ITB.
Aksi diawali dengan pengucapan sumpah mahasiswa yang dikoordinir oleh salah satu ketua BEM dari perguruan tinggi lain. Kemudian dilanjut dengan orasi dari Ketua BEM Kema Unpad, Virdian Aurellio atau yang akrab disapa Iyang.
Dalam orasinya, Ia menyebutkan bahwa mahasiswa merupakan suatu entitas yang tidak terpisahkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, Ia mengajak seluruh mahasiswa untuk melepas almamater yang disebut penuh dengan kemewahan itu demi menghilangkan sekat-sekat antara mahasiswa dengan rakyat secara simbolik.
“Pada fakta sosialnya, banyak entitas ataupun masyarakat yang merasa almamater ini menjadi sekat pergerakan yang ada di Jawa Barat. Maka dari itu, kita yang memang berjuang untuk rakyat, kita yang bergerak bersama rakyat pun juga harus bisa beriringan bersama rakyat. Jangan sampai kita ini bergerak bersama rakyat tetapi rakyat tidak merasa bahwa kita mewakilkan mereka. Dan meskipun demikian, kita juga tetap membawa nama Unpad,” ungkap Zen Arifin.
Aksi dilanjutkan dengan pembukaan mimbar bebas. Satu persatu kritik dan tuntutan dilayangkan melalui orasi dan penampilan yang bersifat satir. Dipertengahan, rombongan komunitas pekerja ojek online ikut hadir dan masuk ke dalam barisan. Mereka pun membawakan tuntutan yang juga sedang diresahkan oleh masyarakat lainnya saat ini, tidak lain yaitu melambungnya harga bahan-bahan pokok.
Bergabungnya rombongan pekerja ojek online itu tentunya memiliki kesan tersendiri bagi para mahasiswa yang saat itu juga tengah memperjuangkan hak suaranya. Bagi Zen, hal tersebut dapat menjadi kunci utama dari tercetusnya sebuah pergerakan. Dengan hadirnya elemen masyarakat tentu akan membuka perspektif baru mengenai bagaimana realita kebijakan menghantam mereka.
Menjelang waktu berbuka, massa aksi mulai membubarkan diri. Beberapa elemen yang hadir termasuk salah satunya BEM Kema Unpad melakukan pembagian takjil kepada warga sekitar. Kepala Departemen Aksi dan Propaganda BEM Fakultas Hukum Muhammad Kunto, merasa bahwa kegiatan bagi-bagi takjil tersebut sejalan dengan konsep aksi yang dicanangkan karena dapat lebih membaur kepada masyarakat.
Dalam setiap pelaksanaan aksi tentunya akan selalu ada hal yang dapat dievaluasi untuk perbaikan kedepannya. Kunto merasa bahwa BEM Kema Unpad sudah cukup merangkul dan memfasilitasi terutama terkait pembuatan kajian dan taktis aksinya meskipun dalam penyampaiannya masih dirasa sedikit terlambat.
“Jadi ketika mau aksi yang bijaknya dari Kema FH sendiri sudah tau kajiannya dan dasarnya, tetapi sayangnya kajian tersebut baru disampaikan tadi pagi dan itu mungkin jadi salah satu poin yang bisa diperbaiki,” tutur Kunto pada (21/04).
Tak hanya Kunto, Ketua BEM FISIP Putri Adinda juga menilai bahwa hal-hal yang harus dievaluasi lebih mengarah pada tataran teknisnya. Tidak hanya seruan aksi saja, tetapi juga perlu dilakukan pencerdasan dan sosialisasi dari jauh-jauh hari terkait manajemen aksi supaya seluruh Kema Unpad dapat mempersiapkannya.
Meskipun memang penyampaian dan seruan aksi yang terkesan terlambat itu ada korelasinya dengan konsolidasi Jawa Barat yang baru dilaksanakan H-1 tetapi hal-hal tersebut tetap dapat menjadi bahan evaluasi supaya ketika turun aksi, Kema Unpad tidak lupa bahwa substansi yang dibawa berasal dari kajian ilmiah dan keresahan masyarakat.
Lebih lanjut, Putri Adinda juga beranggapan bahwa aksi-aksi yang dilakukan saat ini masih relevan dikalangan mahasiswa dan masyarakat. “Kita sebagai mahasiswa perlu mempertahankan intelektualitas kita dan pada akhirnya relevansi untuk turun ke jalan yakni guna meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kondisi Indonesia saat ini pun juga kritik kepada pemerintah,” ujarnya.
Digelarnya aksi pada tanggal 21 April lalu merupakan sebuah momentum yang serentak bersama daerah-daerah lain terutama di Jakarta. Harapannya, aksi yang serentak tersebut dapat menghasilkan suatu tekanan yang lebih besar, terlebih output dari adanya aksi di Jawa Barat yang memang mengarah kepada konferensi pers media.
Reporter: Shofwatul Auliya, Irfan Rizal Fadila, Disma Alfinisa
Penulis: Shofwatul Auliya
Editor: Disma Alfinisa
Foto: Irfan Rizal Fadila, Disma Alfinisa