Jatinangor, WARTA KEMA – Pada Kamis (29/9), Departemen Bidang Kajian Aksi dan Strategis BEM FISIP Unpad menyelenggarakan September Bersuara sebagai acara puncak dari salah satu program kerjanya, “Humanifest”.
Humanifest berfokus pada isu kemanusiaan, khususnya isu Hak Asasi Manusia (HAM). Program ini mengangkat judul “Restore Our Humanity in Diversity and Awareness of Human Rights” dengan tujuan untuk membangun kesadaran melalui pencerdasan dan seni. Menurut Yosia Sianturi, Ketua Departemen Bidang Kajian Aksi dan Strategis BEM FISIP Unpad, penyampaian isu HAM melalui seni dapat mematahkan stigma bahwa pengawalan HAM tidak selalu melalui pendekatan akademis dan demonstrasi.
“Metode Pengawalan HAM bukan hanya dari segi akademisi, aksi, tetapi bisa juga melalui seni. BEM FISIP sepakat bahwa isu HAM harus terus dibawa dengan cara yang atraktif. Oleh karena itu (tahun ini) humanifest hadir dengan tema festival.” ucap Yosi kepada Warta Kema.
Diangkatnya isu mengenai pelanggaran HAM bukan semata-mata untuk melaksanakan program kerja. Yosi juga menambahkan bahwa humanifest ingin membangun kesadaran Kema Unpad dan khalayak, akan isu pelanggaran HAM yang merupakan unsur fundamental bagi tiap warga negara,
“BEM FISIP sepakat bahwa HAM adalah unsur fundamental yang jika dilanggar maka itu adalah sebuah kegagalan sebuah negara dalam menjamin hak-hak dari warga negaranya. Contohnya adalah hak berbicara. Ketika negara melarang warga negaranya untuk bicara (atau berpendapat), itu adalah sebuah kegagalan yang mungkin sangat fatal, meskipun terlihat sederhana bagi masyarakat.” tambah Yosi.
Pada Humanifest 2022 ini, “September Bersuara” dikemas dengan apik sebagai puncak dari tiga rangkaian acara sebelumnya, yakni kuliah umum bersama biro hukum dan HAM pada (8/9), Art Submission pada (15/9), dan simposium pada (22/9).
Menurut Reisya (atau akrab dipanggil rere) selaku Project Officer Humanifest, tahun ini merupakan tahun perdana humanifest menggelar acara dalam bentuk festival.
“Kebetulan ini tahun pertama, jadi kita sebagai generasi baru membuat humanifest yang emang beneran festival di bawah kabinet yang dipimpin teh Dede (Putri Adinda),” ucap Rere.
Dikemas dalam bentuk pentas seni, September Bersuara memberikan panggung bagi para seniman dan aktivis untuk berdialektika. Acara ini diawali dengan penampilan dari JaDi Band dan beberapa penampilan musik lainnya dari Yosia Sianturi, Aster Band dan Segitiga Kuliner.
Setelah penampilan musik, suasana khidmat menyelimuti acara September Bersuara ketika Georgius Benny selaku mantan Kepala Departemen Kajian Aksi dan Strategis BEM Fisip menampilkan refleksi tentang pelanggaran HAM. Disusul oleh rangkaian “mimbar bebas” dan “pembacaan puisi” yang bekerja sama dengan lembaga terkait seperti Aksi Kamisan Bandung, LBH Bandung, dan ISBI.
Mimbar bebas menampilkan orasi dari Aksi Kamisan Bandung dan LBH Bandung, sedangkan pembacaan puisi dibawakan oleh Hoshi Toriq dan salah satu perwakilan mahasiswa ISBI. Menurut Yosi, Aksi Kamisan menitikberatkan pada refleksi tragedi yang terjadi sementara LBH lebih pada hukum dalam menangani HAM.
“Kalau Aksi Kamisan lebih merefleksikan tragedi yang terjadi ya dari tahun 65 hingga sekarang, kalau LBH lebuh khusus ke hukum dan HAM serta penyebab dan berbagai halangan (dalam menangani kasus HAM),” tuturnya.
Selain mimbar bebas, pembacaan puisi, hadir juga teater Quimika yang bercerita tentang meleburnya perbedaan diantara 2 sikap mahasiswa.
“Latar belakangnya mahasiswa dengan 2 sifat berbeda, yaitu yang kritis dan apatis.yang tadinya berdebat hingga akhirnya mereka menjadi sefrekuensi dan melebur membela 1 kepentingan, yaitu untuk membela kepentingan rakyat,” katanya.
Meskipun belum ada program berkelanjutan dari acara humanifiest ini, tidak menutup kemungkinan bahwa ke depannya akan ada regenerasi program kerja serupa untuk menyuarakan aksi kemanusiaan. Saat ini, BEM FISIP berusaha menjaga relasi dengan lembaga terkait seperti aksi kamisan dan LBH Bandung.
“Untuk acara sendiri kan kepanitiaan, jadi akan terhenti disini saja, mungkin tahun depan akan ada generasi baru yang meneruskan, tapi kita sebagai tempat untuk mencerdaskan saja ke masyarakat Unpad ya,” tutur Rere di akhir sesi wawancara bersama Warta Kema.
Reporter: Khansa Nisrina Pangastuti, Lolita Asti Setyaningtyas
Penulis: Khansa Nisrina Pangastuti, Lolita Asti Setyaningtyas
Editor : Fahmy Fauzy Muhammad