
Warta Kema – Kafe kampus di Universitas Padjadjaran (Unpad) atau kafe yang dikelola oleh fakultas maupun internal universitas, kini bukan hanya sebagai sarana bagi mahasiswa untuk mengerjakan tugas atau bersantai. Di balik meja barista, ada sebagian mahasiswa Unpad yang bekerja paruh waktu sambil berkuliah. Fenomena ini mulai tampak di berbagai fakultas dan bagian-bagian di kampus, mulai dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), hingga Rektorat. Lantas, bagaimana pengalaman mereka bekerja di kafe kampus?
Fleksibilitas Jam Kerja
Bilal, mahasiswa FIB angkatan 2022, mulai bekerja di Poeta Coffee yang berada di dalam Gedung Dekanat FIB sejak awal kafe tersebut dibuka pada bulan November 2024. Ia mengaku awalnya hanya mencoba mendaftar, namun akhirnya bertahan hingga sekarang. Salah satu alasannya adalah jadwal kerja yang fleksibel.
“Sebenarnya, awalnya saya hanya iseng daftar dan akhirnya betah juga. Jam kerja di sini sekitar empat jam sehari dan bisa menyesuaikan dengan jadwal kuliah. Selain itu, tetap ada backup-an kalau misalnya ada halangan untuk masuk,” ungkap Bilal.
Hal serupa disampaikan oleh Jojo, mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) angkatan 2024 yang bekerja di Kopi dari Hati di FISIP. Ia menyatakan bahwa jam kerjanya sudah cukup fleksibel dan dapat disesuaikan dengan jadwal kuliah.
“Kerja di sini bisa banget untuk menyesuaikan jadwal kuliah. Di sini memang mencari mahasiswa yang ingin ruang alternatif untuk ambil kesempatan buat belajar sebelum mereka memasuki dunia profesional di luar nanti setelah lulus,” ujarnya.
Edgar, mahasiswa Sekolah Vokasi angkatan 2024 yang bekerja di Mahatma Coffee di Rektorat, juga menyatakan hal yang sama. Ia menjelaskan bahwa jadwal shift sudah diatur agar tidak mengganggu perkuliahan.
“Saat baru mulai kerja dan mau penentuan jadwal shift itu akan diminta jadwal kuliah terlebih dahulu, jadi nanti akan dicocokin,” kata Edgar.
Pengalaman dan Nilai Tambah
Selain fleksibilitas jam kerja, mahasiswa yang bekerja di kafe kampus juga merasa mendapatkan berbagai pengalaman atau keuntungan tambahan. Salah satunya dirasakan Bilal, yang memperoleh tambahan tiga Satuan Kredit Semester (SKS) dari kontraknya. Menurutnya, sistem ini sangat membantu karena memberikan kompensasi ganda, baik finansial maupun akademik.
“Kerja di sini gajinya per minggu dan keuntungannya ada tambahan tiga SKS per kontrak. Selain itu, saya juga dapat pengalaman, mulai dari ilmu tentang perkopian hingga bisa melatih public speaking,” ujarnya.
Bagi Jojo, manfaat utama datang dari keterampilan yang ia dapatkan. Menurutnya, bekerja di kafe kampus memberikan kesempatan untuk mengasah berbagai kemampuan yang tidak selalu ditemui di perkuliahan.
“Skill yang bisa didapat itu mulai dari manajemen waktu, problem solving, decision making, sampai teamwork. Sebenarnya mirip dengan ikut organisasi atau kepanitiaan, tapi di sini lebih profesional karena kita benar-benar bekerja,” jelas Jojo.
Sementara itu, Edgar menilai manfaat terbesar adalah pengalaman bertemu dengan berbagai macam kalangan. Ia mengaku sering melayani pengunjung dari latar belakang yang berbeda, mulai dari sivitas akademika hingga tamu luar negeri.
“Pengalaman menarik di sini banyak, terutama waktu ketemu customer yang macam-macam. Karena di dalam Rektorat, jadi bisa tiba-tiba ada orang penting, kayak ada dekan, bahkan ketua program studi aku sendiri pernah datang. Yang paling seru biasanya ketemu orang asing dan tamu-tamu dari luar negeri,” tuturnya.
Tantangan dan Harapan
Meskipun sistem kerja di kafe kampus dinilai cukup fleksibel, tetap ada tantangan yang dirasakan oleh mereka, terutama soal membagi waktu antara kuliah dan pekerjaan. Bilal, yang kini berada di semester akhir, menyatakan kesulitan terbesar muncul ketika harus menyeimbangkan shift kerja dengan persiapan skripsi.
“Karena saya sudah semester tujuh, tantangannya lebih ke membagi waktu antara shift kerja dan persiapan skripsi. Walaupun mata kuliah tinggal sedikit, tapi skripsi ‘kan nggak bisa ditinggal begitu aja,” jelasnya.
Jojo menghadapi tantangan tersendiri dengan jadwal kuliah yang padat dan praktikum yang sering dilakukan. Ia merasa harus ekstra disiplin dalam mengatur waktu dan tidak bisa menunda pekerjaan ataupun tugas kuliah, sehingga keduanya harus dijalani secara seimbang.
“Kalau dari aku pribadi, karena jadwal kuliah dan praktikum lumayan padat, jadi kerasa cukup menantang. Aku harus benar-benar pintar membagi waktu, nggak bisa ditunda-tunda. Kalau lagi kerja ya profesional kerja, kalau lagi kuliah fokus ke akademik,” ujarnya.
Di sisi lain, ada juga harapan yang muncul agar keberadaan kafe kampus lebih diperhatikan oleh pihak universitas. Edgar menilai kafe kampus seharusnya mendapat sorotan yang sama dengan tenant besar lainnya.
“Menurutku Unpad bisa lebih menyoroti kalau di dalam kampus itu bukan hanya ada AlfaX atau Lawson, tapi juga ada coffee shop. Bukan cuma di Mahatma, tapi ada juga di FIB dan fakultas lain. Jadi, mungkin harapannya kafe-kafe di kampus bisa lebih di-highlight lagi oleh Unpad,” ungkapnya.
Meskipun setiap kafe memiliki sistem yang berbeda, secara umum mahasiswa menilai bekerja di kafe kampus memperoleh berbagai keuntungan, mulai dari tambahan penghasilan, fleksibilitas jam kerja, menambah keterampilan, hingga kemampuan membagi waktu. Dengan demikian, kafe kampus dapat menjadi ruang alternatif bagi mahasiswa untuk bekerja sambil kuliah sekaligus menyiapkan diri menuju dunia profesional.
Penulis: Anindya Ratri Primaningtyas
Editor: Alifia Pilar Alya Hasani, Fernaldhy Rossi Armanda, Ammara Azwadiena Alfiantie
Foto: Hibban Abdurrahman Faries
