Pelaksanaan sesi tanya jawab bersama audiens melalui Zoom Meeting
Warta Kema – Panitia Pemilihan Raya Mahasiswa (Prama) Universitas Padjadjaran (Unpad) resmi mengundang Keluarga Mahasiswa (Kema) untuk menghadiri pesta demokrasi pada hari Kamis (10/07). Acara terbagi menjadi dua sesi, Uji Kelayakan dan Kepatutan (UKK) Majelis Wali Amanat – Wakil Mahasiswa (MWA-WM) dan Debat Terbuka Calon Ketua dan Wakil Ketua BEM Kema Unpad 2025. Undangan diunggah oleh panitia melalui kanal Instagram @pramaunpad.
Diselenggarakan secara daring melalui Zoom Meeting, dimulai dengan pelaksanaan UKK MWA-WM pada pukul 13.30 WIB. Sesi ini dipanelisi oleh MWA-WM 2024, Mohammad Ichsan Abdilah dan MWA-WM 2023, Fissilmi Kaffah.
MWA Optimalkan Masa Jabatan dengan Samawa
Melalui Uji Kelayakan ini, calon MWA-WM 2025, Na’im menunjukkan komitmennya untuk merealisasikan aspirasi Kema meskipun sisa masa jabatannya yang kurang dari enam bulan. Ia berencana mewujudkan hal tersebut melalui program unggulannya yang bernama Sapa Mahasiswa Bersama MWA (Samawa). Program ini merupakan langkah konkretnya untuk tetap aktif menjalin komunikasi dan mendekatkan diri dengan seluruh Kema. Dengan demikian, Na’im dapat memastikan suara Kema tetap terwadahi meskipun masa jabatan yang terbatas.
“Ada proker Samawa. MWA nantinya akan datang ke 18 fakultas dalam satu termin itu dan menanyakan isu-isu yang ada secara langsung,” ujar Na’im.
Na’im juga menegaskan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas. Ia akan membuka forum pertanggungjawaban kepada Kema melalui sebuah program bernama “Titik Bersuara.” Sebagai ruang pengaduan mahasiswa, forum dirancang terbuka dan mudah diakses. Hal ini untuk memastikan bahwa setiap aspirasi, kritik, atau pertanyaan dari Kema dapat tersampaikan dan ditindaklanjuti.
“Itu bisa, tuh, semua mahasiswa kumpul dan dibuatkan forum untuk memadai aspirasi. Titik bersuara ini juga ada yang online. Jadi, teman-teman nggak harus nunggu kumpul atau MWA ke fakultas, dan itu memang terbuka untuk umum 24/7,” jelas Na’im.
UKK Kurang Atensi, Kemana Kema?
Sayangnya, hingga akhir acara, UKK MWA-WM hanya mendapatkan segelintir antusiasme dan perhatian dari Kema. Partisipasi yang hadir di Zoom Meeting tercatat kurang dari 30 peserta termasuk calon, panelis, panitia, dan tim sukses.
Hal ini diduga terjadi karena rendahnya pemahaman mengenai peran dan fungsi MWA di kalangan mahasiswa.
“Di sisi lain, masih banyak mahasiswa yang belum mengetahui secara jelas apa itu MWA dan peran-peran penting yang dimilikinya,” duga Na’im, setelah melakukan survei ke beberapa fakultas.
Menghadapi tantangan ini, Na’im datang dengan visi untuk menghadirkan MWA yang aspiratif, inklusif, dan kolaboratif. Ia bertekad menjadikan MWA sebagai representasi mahasiswa dalam mendorong terwujudnya tata kelola universitas yang adil dan transparan.
Peran MWA Belum Optimal? Ini Janji Na’im
Na’im menyadari adanya anggapan bahwa keberadaan MWA yang tidak terlalu signifikan dan fungsinya belum dijalankan secara optimal.
“Kondisi faktualnya, MWA yang seharusnya berperan sebagai jembatan antara mahasiswa untuk menyuarakan aspirasi belum menjalankan fungsinya secara optimal,” sadar Na’im.
Disampaikan pada saat closing statement, Na’im berjanji akan memutuskan pandangan buruk Kema terhadap MWA. Na’im percaya bahwa MWA memiliki peran krusial dalam representasi mahasiswa.
“Saya juga mau memutuskan pandangan teman-teman yang mungkin bilang meskipun MWA ada atau tidak itu nggak jadi masalah,” janji Na’im.
Peran Na’im sebagai jembatan aspirasi mahasiswa tidak dapat diemban sendiri. Karena itu, ia bersama rekan-rekannya berkomitmen untuk mengupayakan kegiatan yang mendekatkan peran MWA kepada seluruh Kema.
Dengan demikian, Na’im berharap stigma negatif Kema terhadap MWA dapat dipatahkan.
“Bersama rekan-rekan, saya berencana untuk mengadakan kegiatan dan inisiatif yang secara aktif akan memperkenalkan dan mendekatkan peran MWA kepada seluruh mahasiswa. Tujuannya, agar keberadaan MWA tidak lagi dipandang sebelah mata, melainkan sebagai entitas yang benar-benar bermanfaat dan relevan bagi kehidupan kampus,” tutup Na’im kemudian.
Debat Terbuka Calon Ketua dan Calon Wakil Ketua BEM Kema Unpad 2025
Debat terbuka Calon Ketua dan Wakil Ketua BEM Kema Unpad 2025 ini menjadi momentum penting untuk menguji kapasitas, komitmen, dan arah kepemimpinan dua pasangan calon (paslon) dalam masa jabatan lima bulan ke depan. Panelis debat tersebut adalah dua mantan ketua BEM Kema Unpad, yaitu Riezal Ilham Pratama (2020) dan Virdian Aurellio (2022).
Debat terbuka yang dilakukan menyoroti tiga isu utama yang mencerminkan keresahan sekaligus kebutuhan Mahasiswa Unpad hari ini.
- Relevansi organisasi mahasiswa. Apakah keberadaan BEM Kema Unpad masih relevan di tengah kelancaran organisasi fakultas dan UKM?
- Regulasi dan birokrasi kampus. Bagaimana paslon akan merespons tumpang tindihnya regulasi kampus serta lambannya sistem administratif yang kerap merugikan mahasiswa?
- Isu kesejahteraan mahasiswa. Mulai dari UKT, beasiswa, hingga ruang aman dan nyaman, apa strategi paslon dalam mewujudkan kampus yang benar-benar berpihak pada mahasiswa?
Ketiga topik tersebut menunjukkan sejauh mana paslon memahami akar permasalahan dan mampu menawarkan solusi konkret dalam waktu kepengurusan yang hanya 5 bulan.
Jawaban dan Respons
Paslon 01 – Sammy & Sei
Sammy & Sei datang dengan narasi #pakaihati. Dikutip dari booklet Isi Hati, Sammy & Sei membawa kegelisahan, mimpi, dan kepedulian yang tumbuh dari pengamatan hal-hal kecil yang sering luput dilihat. Mereka percaya bahwa organisasi juga perlu digerakkan oleh rasa dan empati.
Menjawab isu relevansi organisasi mahasiswa, Sammy menekankan bahwa BEM Kema Unpad harus menjadi ruang yang menyatukan seluruh elemen kampus, termasuk satpam, bapak supir odong, dan petugas kebersihan. Mereka berkomitmen pada pemulihan kepercayaan publik terhadap BEM melalui pendekatan hati yang nyata.
Untuk isu regulasi dan birokrasi kampus, Sammy-Sei membawa program kerja inovasi, yaitu SAFE TALK sebagai safety procedure dalam penanganan dan pencegahan segala bentuk kekerasan, dan SAPA Unpad yang merupakan sebuah website dengan fokus pada pelayanan mahasiswa berupa penyediaan informasi dan penjaringan aspirasi Kema Unpad.
Mengenai isu kesejahteraan mahasiswa, Sammy menegaskan “Kami jelas untuk ruang nyaman dan aman itu bukan prioritas, itu kewajiban dan tanggung jawab seorang pemimpin.”
Paslon 02 – Vincent & Ezra
Vincent & Ezra membawa narasi #KitaMasihAda. Dalam booklet-nya, Vincent-Ezra mengatakan bahwa mereka ingin mewujudkan BEM yang mendengar lebih dulu sebelum bersuara, BEM yang bertindak lebih dulu sebelum berjanji. Mengangkat Collective Care sebagai budaya utama, Vincent-Ezra menempatkan kesejahteraan, terutama kesejahteraan emosional, sebagai urusan bersama, bukan tanggung jawab pribadi semata.
Dalam isu relevansi organisasi mahasiswa, mereka menyebutkan pentingnya visibilitas BEM Kema Unpad sebagai “ruang temu” yang menjembatani antarfakultas dan advokasi lintas jurusan, terutama dalam hal pengajuan SK, beasiswa, hingga komunikasi kebijakan kampus.
Untuk isu regulasi dan birokrasi kampus, Vincent-Ezra membawa reformasi 3 aspek utama yakni, tata kerja internal organisasi, tata kelola informasi Universitas Padjadjaran, dan tata negara kelembagaan mahasiswa.
Sementara soal isu kesejahteraan mahasiswa, mereka menjanjikan optimalisasi Portal Students Unpad (PACIS), Apresiasi dan Rekognisi Minat dan Bakat, dan Reformasi Tata Kelola Ruang Aman Padjadjaran. Vincent-Ezra menyatakan tidak akan kompromi terhadap kekuasaan luar kampus.
Tanya Jawab Bersama Kema Unpad
Sesi tanya jawab dengan Kema Unpad menjadi bagian menarik dalam debat terbuka ini. Para mahasiswa menilik latar belakang serta menguji integritas dan konsistensi kedua paslon terhadap dua isu krusial, yaitu komitmen terhadap ruang aman serta kerangka dan fungsi Satuan Pengawas Internal (SPI) yang diusung kedua paslon.
Isu Ruang aman menjadi salah satu hal penting yang muncul dalam sesi tanya jawab. Salah satu Kema Unpad mempertanyakan apakah kedua paslon memiliki rekam jejak sebagai pelaku, pembiar, ataupun enabler dalam kasus kekerasan seksual, baik secara pribadi maupun dalam kapasitas organisasi.
Paslon 02, Vincent-Ezra, menjawab dengan tegas.
“Sejak tahun pertama di Unpad, saya tidak pernah menoleransi kekerasan seksual, candaan misoginis, dan diskriminasi. Track record kami bersih. Tapi itu saja tidak cukup, komitmen kami adalah membangun ruang aman melalui pendekatan struktural,” ungkap Ezra.
Paslon 01 juga menyatakan posisi yang tegas terhadap isu ini.
“Kami bukan hanya berkomitmen untuk tidak melakukan kekerasan seksual, kami siap untuk mendapat suatu konsekuensi yang ditentukan oleh Kema Unpad jika melakukan hal tersebut. Komitmen ini akan diturunkan ke seluruh fungsionaris BEM Kema Unpad 2025,” ucap Sei.
Kemudian, pembahasan terus berlanjut ke isu Satuan Pengawas Internal (SPI) yang diusung oleh kedua paslon dengan pendekatan yang berbeda.
Sammy-Sei merancang SPI sebagai satuan kerja secara tegas untuk sistem monitoring, apresiasi dan evaluasi dengan mengambil beberapa fungsi Standar Prosedur Operasional (SPO) ke dalamnya. Mereka menyebut adanya playbook internal sebagai kode etik yang mengatur batasan fungsionaris BEM Kema Unpad.
“Kami tidak bicara soal beban kerja yang dimasukkan secara khusus ke SPI, tapi kami berbicara efisiensi dan efektivitas dari SPI tersebut. Ini jadi satu tantangan bagi kami, bagaimana SPI perlu dikuatkan karena alur komunikasi akan langsung ke Ketua dan Wakil Ketua BEM Kema Unpad,” tegas Sammy.
Sementara itu, Vincent-Ezra mengungkapkan kerangka SPI mereka berlandaskan COSO Framework. Mereka memisahkan fungsi SPO ke Biro Manajemen Sumber Daya Organisasi (MSDO) demi efektivitas dan mencegah tumpah tindih beban kerja.
“Kami tetap punya fungsi-fungsi lainnya yang kami tempatkan di MSDO sebagai bidang yang kami buat baru dan akhirnya menjadi komitmen kami supaya perjalanan ini lebih efektif berdasarkan internalisasi yang lebih efisien,” jelas Vincent.
Kedua paslon sepakat bahwa ruang aman dan tata kelola pengawasan internal menjadi fondasi kepemimpinan yang etis dan responsif. Perbedaan keduanya terletak pada cara merancang struktur kerja dan strategi pelaksanaannya.
Perubahan Rundown yang Tiba-Tiba
Sesi debat terbuka pada Uji Publik ini sempat terpotong oleh istirahat ibadah sholat Isya bagi yang beragama Islam. Namun, sesi debat terbuka yang belum selesai ini secara tiba-tiba berganti menjadi sesi tanya jawab dengan Kema Unpad.
Salah satu anggota tim sukses (timses) pasangan calon nomor urut 2, Dayat, menyadari hal ini menegur di kolom komentar.
“Kang, Teh, punten, ini sesi sebelumnya belum selesai. Kenapa sudah berganti ke sesi berikutnya, ya?” tegur Dayat.
Sesi debat yang berlangsung berhenti di mosi debat yang kedua: “Regulasi dan birokrasi kampus”. Dengan bobot masing-masing mosi debat yang sama-sama penting di mata Kema Unpad, hal ini tentu menjadi pertanyaan. Akibatnya, ada beberapa substansi yang belum terjawab oleh kedua paslon.
Salah satu Kema Unpad yang mengikuti Uji Publik dan menjadi peserta di Zoom Meeting, Timothy, ikut bertanya di kolom komentar.
“Bukannya (di sesi debat terbuka ini) ada 3 topik (mosi debat) ya? Tapi kenapa setelah topik ke-2 langsung QnA (dengan peserta zoom)?” tanya Timothy.
Sayangnya, pertanyaan-pertanyaan ini tidak dihiraukan oleh panitia. Acara kemudian dilanjutkan, sesi tanya jawab dengan peserta dimulai dari pertanyaan yang diajukan oleh salah satu Kema Unpad.
Apa Kabar Inklusivitas?
Permasalahan lain muncul ketika salah satu Kema Unpad yang berada di Zoom Meeting, Octa, bertanya apakah diperbolehkan untuk merespon jawaban yang diberikan oleh pasangan calon yang dia tanyakan. Moderator menjawab bahwa hal tersebut tidak diperbolehkan, yang—lagi-lagi—memicu keributan di kolom komentar Zoom Meeting tersebut.
“Yah, cuma dikasih sesi nanya doang, nggak ada sesi menanggapi,” cetus Nathania Alisha, salah satu Kema Unpad, menyampaikan kekecewaannya.
Keributan di kolom komentar membahas bagaimana tidak profesionalnya kinerja Prama, sebagai panitia penyelenggara Uji Publik, menangani berbagai rundown serta teknis acara. Beberapa peserta menunjukkan bagaimana sikap panitia Prama ini terkesan sangat terburu-buru.
“Ngebet liburan euy, mau cepet beres,” celetuk Aqwa, salah satu Kema Unpad dalam komentar Zoom Meeting.
Beberapa mahasiswa lain yang berada di kolom komentar juga turut berkomentar bahwa mereka bersedia saja kalau Uji Publik ini berlangsung hingga pagi hari. Mereka tidak mempermasalahkan apabila Uji Publik berlangsung lebih lama asalkan semua substansi telah tersampaikan dengan baik.
Kekacauan yang terjadi di kolom komentar makin memanas ketika pertanyaan salah satu Kema Unpad, Abel Putra, hanya dijawab oleh satu paslon saja. Protes-protes dari Kema Unpad yang mengikuti forum pun memenuhi kolom komentar Zoom Meeting Uji Publik Prama yang sedang berlangsung.
“Kegiatan hari ini sangat tidak inklusif untuk Kema Unpad,” ujar Ahmad Gandi, salah satu Kema Unpad yang berpartisipasi di dalam Zoom Meeting tersebut.
Pernyataan Ahmad disokong oleh tanggapan Kema Unpad lain, Gloria Stevanie yang berpartisipasi di dalam zoom meeting tersebut.
“Prama, tolong berikan hak kepada Kema Unpad untuk mendalami kedua paslon secara jelas,” tegasnya.
Gloria berpendapat bahwa Prama bertanggung jawab jika terjadi kegagalan regenerasi karena terus mencabut hak Kema mendengarkan pendapat kedua paslon yang ada di ruangan zoom.
Krisis tidak kunjung diberi perhatian, kolom komentar zoom meeting semakin ricuh. Pihak panitia sampai ditegur oleh salah satu Kema Unpad, menggunakan kesempatannya bertanya kepada salah satu paslon.
Pasangan Calon turut Unjuk Suara
Dihadapkan dengan kondisi Panitia yang terus-menerus mengacuhkan protes yang disampaikan oleh Kema Unpad, pasangan calon nomor urut 02 pun akhirnya unjuk suara. Mereka menggunakan waktu menjawab pertanyaan yang disediakan untuk bertanya mengenai kejelasan batas waktu yang diberikan pada masing-masing pasangan calon.
“Masing-masing pasangan calon menjawab selama 2 menit,” jelas Tia Oktavia, moderator Uji Publik, mengonfirmasi ketersediaan waktu yang dimiliki oleh masing-masing pasangan calon.
Krisis ini membuat Pasangan Calon nomor urut 01, Sammy dan Sei, unjuk suara mengutarakan kekecewaan mereka terhadap Prama pada salah satu kesempatan mereka untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh salah satu Kema Unpad. Sammy mengungkapkan bahwa mereka berdua sudah lama ingin berdebat dan bertukar pandangan satu sama lain, dan merasa bahwa Uji Publik ini dapat menjadi forum yang tepat untuk melakukan hal ini.
“Tapi lagi dan lagi, ketika kang Vincent bertanya (pada waktu debat) saya tidak diberi kesempatan menjawab. Ketika Kang Okta bertanya juga saya tidak dikasih kesempatan menjawab. Maka ini adalah pembungkaman, ini adalah salah satu represifitas dari teman-teman Prama,” ujar Sammy, calon Ketua Bem pasangan calon nomor urut 01.
Agenda tanya jawab dengan peserta berakhir dengan permintaan maaf dari MC karena terjadinya miskomunikasi internal. Kemudian, MC mempersilakan moderator untuk melanjutkan sesi debat terbuka yang semula terpotong.
Apa Respon Prama?
Beberapa hari yang lalu, pihak Warta Kema sempat menghubungi Ketua Badan Pengurus Prama 2025, Marvell, untuk wawancara seputar Uji Publik dan Debat Terbuka yang dilaksanakan Kamis (10/07) lalu. Namun sayangnya, ajakan wawancara yang disampaikan melalui platform Line tersebut tidak ditanggapi oleh Marvell.
Pada Kamis (17/07), seminggu setelah pelaksanaan Uji Publik, Badan Pengurus Prama mengungkapkan permintaan maaf atas kelalaian yang terjadi selama sesi Debat Terbuka melalui surat pernyataan yang diunggah di Instagram @pramaunpad.
Komisioner Manajemen Perencanaan Prama Unpad 2025, Rakha Naufal Azmi, menyatakan bahwa kendala serta krisis yang terjadi pada Uji Publik tersebut disebabkan oleh kurangnya persiapan hal teknis dan juga nonteknis. Rakha juga menjelaskan bahwa perangkat yang dipakai sempat mengalami kendala di salah satu sesi debat yang berlangsung.
“Kami juga ingin meminta maaf karena kurang transparan dalam melakukan klarifikasi di mana terjadinya kendala pada Timekeeper selama debat berlangsung,” tutur Rakha dalam surat pernyataannya.
Permintaan maaf yang disampaikan seminggu setelah berakhirnya acara ini cukup disayangkan. Hal ini disebabkan isi dari permintaan maaf hanya berupa pengakuan dari pihak panitia atas kelalaian yang mereka perbuat. Alangkah baiknya, permintaan maaf ini segera disampaikan saat acara berlangsung sehingga acara lebih maksimal dalam memfasilitasi Kema Unpad dan Pasangan Calon yang tengah diuji.
Uji publik ini banyak menantang ideologi yang dibawakan oleh masing-masing pasangan calon dan menguji pemahaman mereka tentang apa yang akan mereka bawakan jika mereka terpilih sebagai pemimpin. Akan tetapi, sangat disayangkan bahwa UKK MWA-WM tidak mendapatkan atensi sebanyak Uji Publik Calon Ketua dan Wakil Ketua dua pasangan calon ini.
Reporter: Aisyah Kayla Syadina, Rofi Roudhiatin Dwi Andini, Wulan Suciyati Maharani
Editor: Ammara Azwadiena Alfiantie, Fernaldhy Rossi Armanda, Syafina Ristia Putri