
Universitas Padjadjaran (Unpad) membuka kesempatan magang bagi mahasiswanya di berbagai unit kerja yang tersedia, seperti Unpad Press, Pusat Pengembangan Karier dan Kewirausahaan (PPKK) Unpad, Pusat Pengembangan Inovasi dan Pembelajaran (PPIP), Unpad International Office (IO), dan lainnya.
Magang bagi mahasiswa bukan hanya sekadar kesempatan untuk mendapatkan pengalaman kerja, melainkan juga kesempatan untuk menambah wawasan tentang cara kerja birokrasi internal kampus. Pengalaman ini menjadi kesempatan berharga untuk memahami alur di balik layar institusi pendidikan.
Empat Wajah Pengalaman Magang
1. Unpad Press

Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unpad, Salsabila Naqiyyah, menceritakan pengalamannya selama magang di Unpad Press. Kesempatan magang di Unpad Press merupakan hal yang menarik bagi Salsa karena linear dengan program studinya sehingga ia bisa mendapatkan konversi Satuan Kredit Semester (SKS) yang setara dengan pengalaman magangnya.
“Awalnya aku kira bakal sibuk banget kayak ngedit setiap hari, tapi ternyata gak sesibuk itu dan kita dikasih pembekalan dulu sebelum mulai kerja,” ujar Salsa.
Selama satu semester, sekitar lima hingga enam bulan, ia dan empat mahasiswa lainnya mendapatkan arahan yang jelas terkait jadwal dan tanggung jawab dari Unpad Press. Meski demikian, menurutnya, keberadaan mahasiswa magang lebih terkesan hanya membantu pekerjaan rutin Unpad Press.
“Pekerjaan yang udah kita kerjain itu bakal di-review ulang sama mentornya. Jadi aku ngerasa kita cuma ngebantu aja, gak yang bener-bener menyelesaikan pekerjaan mereka,” jelasnya.
Ketika dibandingkan dengan bayangan magang idealnya, Salsa mengaku pengalaman magang di Unpad Press masih kurang untuk dikatakan ideal. Pasalnya, terdapat ketidakjelasan dari jam kerja dan jadwal yang tidak menentu.
Selain itu, Salsa menilai pembagian job description (jobdesc) antar mahasiswa kurang efektif karena mereka semua mengerjakan tugas yang sama. Lebih lanjut, ia melihat persiapan Unpad Press masih kurang dalam hal konversi SKS.
“Kemaren kita berlima itu sama semua jobdesc-nya, jadi gak ada pembagian yang jelas. Pas konversi SKS juga, aku ngeliat mereka masih awam sama tata cara dan alur birokrasi buat konversinya.” tuturnya.
Soal birokrasi antara Unpad Press dengan pihak rektorat, ia mengatakan tidak banyak diberi tahu oleh pihak Unpad Press. Mahasiswa magang hanya berfokus pada editing naskah tanpa dilibatkan dalam proses administrasi penerbitan.
“Kita bener-bener berkutat di naskah aja, gak dilibatkan dalam cara penyampaian ke rektoratnya ataupun ke pihak luar.” katanya.
Walaupun terdapat beberapa kekurangan, Salsa mengaku tetap merasakan manfaat magang di Unpad Press. Mengingat hal ini sesuai dengan program studinya, ia semakin mengasah keterampilan teknisnya, seperti editing naskah, penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), serta kosakata baku.
Ke depannya, ia menyarankan kepada Unpad Press agar lebih konsisten dalam jam kerja, pembagian jobdesc, dan persiapan yang lebih matang dalam menerima mahasiswa magang.
“Kalau pembekalan di awal itu udah bagus. Cuma yang lain-lainnya bisa lebih ditingkatkan lagi,” tutupnya.
2. Pusat Pengembangan Karier dan Kewirausahaan (PPKK)

Keinginan untuk memahami dan merasakan langsung pengalaman kerja di lingkungan profesional menjadi alasan Rangga Raudhatuzzaqi mengikuti program magang di PPKK Unpad. Selain itu, ia juga berharap bisa memperluas jaringan melalui kesempatan tersebut.
Selama magang di PPKK, ia merasa semua arahan yang diberikan sudah jelas, walaupun terkadang arahan yang didapat bersifat mendadak karena menyesuaikan dengan stakeholder. Ia mengaku bahwa tidak ada jobdesc yang tidak sesuai dengan booklet open internship.
“Setiap tugas punya porsinya masing-masing. Ada tugas yang sifatnya hanya membantu pekerjaan rutin, tetapi ada juga tugas yang secara langsung melibatkan intern, seperti acara Unpad Career Fair (UCF),” tutur Rangga.
Menurutnya, pengalaman magang di PPKK sudah cukup mendekati bayangan magang ideal. Pasalnya, ia sering dilibatkan dalam event kolaborasi dengan berbagai perusahaan, mulai dari Perseroan Terbatas (PT) Paragon Technology and Innovation, TRANS7, PT Nanotech Indonesia Global Terbuka (PT NIG Tbk), hingga PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk. Namun, ia menyayangkan tidak adanya mentor khusus yang membersamai dan memberikan feedback untuk pengembangan diri mahasiswa magang.
“Pengembangan skill mahasiswa yang magang di PPKK lebih sering melalui transfer knowledge dari intern tahun lalu. Tapi, overall, apa yang diekspektasikan di awal sudah sesuai dengan realita saat magang,” ungkapnya.
Rangga mengaku bahwa magang di PPKK ini berpengaruh terhadap pengembangan dirinya. Ia mendapat banyak insight baru dari berbagai seminar yang diselenggarakan. Salah satunya adalah pentingnya mempersiapkan karier secara bertahap bahkan dari awal masuk kuliah.
“Skill-skill yang dibutuhkan di dunia kerja ternyata sering kali lebih relevan dengan orang-orang yang sudah memiliki pengalaman magang,” jelasnya.
Baginya, keberadaan PPKK sangat membantu mahasiswa maupun alumni untuk mempersiapkan karier, mulai dari menyediakan informasi lowongan kerja, seminar karier, informasi beasiswa, hingga internship.
3. Pusat Pengembangan Inovasi dan Pembelajaran (PPIP)

Salah satu mahasiswa Unpad yang magang di Pusat Pengembangan Inovasi dan Pembelajaran (PPIP), mengaku awalnya ikut magang agar bisa lebih tenang memikirkan judul skripsi di semester selanjutnya.
Kejelasan instruksi kerja yang diberikan menjadi faktor penting dalam pengalaman magang mahasiswa. Namun, realitanya kejelasan instruksi kerja ini masih terasa kurang.
“Dibilang pembagiannya jelas ‘tuh gak tepat, dibilang pembagiannya gak jelas ‘tuh gak tepat juga. Aku cuma disuruh isi logbook, terus udah,” ungkapnya.
Meski begitu, mahasiswa tetap diberi ruang untuk berkontribusi langsung pada proyek-proyek yang sedang dikembangkan, seperti Neuro Augmented Reality (AR), Tutor Artificial Intelligence (AI), dan ChatBot yang dapat membantu mahasiswa untuk mencari informasi terkait Unpad.
“Kontribusi langsung ada, soalnya proyek-proyek itu emang mahasiswa magang yang mengembangkan,” jelasnya.
Jika dibandingkan dengan gambaran magang ideal, pengalaman ini masih terasa jauh karena minimnya mentor dan kurangnya penjelasan terkait jobdesc yang ia kerjakan. Pengalaman magang yang ia alami lebih berfokus pada pengerjaan proyek dibandingkan mendapatkan insight baru mengenai profesi kerjanya
“Keluhan terbesar itu minim mentor. Total ada 20 mahasiswa magang dan mentornya cuma satu orang,” ujarnya.
Ia menilai pengalaman magang kali ini lebih terkesan sebagai formalitas untuk konversi SKS semata karena tidak banyak mendapat pemahaman baru soal sistem akademik Unpad dan profesi kerjanya.
4. International Office

Apa jadinya jika magang lebih dari sekadar pengalaman kerja? Bagi Irfany Sumayyah dan Istiqomah Suharto, mahasiswa FMIPA Unpad, menjadi bagian dari Unpad International Office (IO) telah membuka peluang bagi mereka untuk pengembangan diri, membuka perspektif baru, dan merasakan langsung lingkungan kerja dengan lingkup internasional.
Ketika ditanya alasan bergabung di Unpad IO, Fany mengaku karena ingin memanfaatkan kemampuan Bahasa Inggrisnya untuk sesuatu yang berguna dan impactful, sekaligus bisa diterapkan di ranah yang profesional.
“Ekspektasi aku, pasti kita komunikasi sama mahasiswa asing dari universitas luar. Jadi aku melihat ini sebagai suatu opportunity yang bagus buat aku,” ungkap Fany.
Sementara itu, Isti mempunyai alasan tersendiri. Ia memiliki pengalaman menjadi international student di Rusia. Dari situ, Isti menyadari bahwa mahasiswa internasional membutuhkan banyak bantuan dan ia merasa mempunyai kemampuan untuk membantu mereka yang berada di posisinya dulu.
“Eh, aku punya skill yang bisa dipakai buat bantu mereka. Kenapa gak (dipakai untuk membantu)?” jelasnya.
Ekspektasinya pun terlampaui dalam segala hal, baik tentang jobdesc maupun lingkungan kerja di Unpad IO. Isti merasa feedback yang diberikan oleh Unpad IO selalu konstruktif, bukan kritik yang menjatuhkan. Ia mendapat banyak pengalaman dari sisi pekerjaan maupun kehangatan orang-orangnya.
“Waktu pertama kali datang, aku pikir bakal biasa aja. Tapi ternyata jauh lebih baik. Benar-benar melebihi ekspektasi aku, terutama dari sisi hospitality semua orang di kantor,” tambah Isti.
Baik Fany maupun Isti sepakat bahwa arahan yang diberikan Unpad IO tersalurkan dengan baik kepada tim. Mereka berdua mendapatkan tanggung jawab untuk membuat International Guidelines dan Admission guidelines, yang mencakup riset, penulisan, hingga desain.
“Basically, kita harus serba bisa. Gak ada yang bikin kaget karena udah dijelasin cukup jelas di Google form pendaftaran,” kata Fany.
Tidak ada perbedaan terkait jobdesc yang harus dikerjakan. Sejak proses pendaftaran, jobdesc sudah tertulis jelas di Google form. Bahkan saat wawancara, Ibu Anggia Utami Dewi, Kepala Unpad IO, memastikan lagi dengan meminta bukti kemampuan mereka.
“Selain dijelasin di tahap registrasi, itu juga ditegaskan lagi pas interview. Shout out to Ibu Anggi yang dari awal udah bikin semuanya jelas banget,” tambah Isti.
Isti memiliki salah satu pengalaman yang paling berkesan sebagai project manager untuk program Overseas Immersion Programme (OIP). Ia mengajak 30 mahasiswa internasional berkeliling Bandung. Hal itu memberinya perspektif baru tentang pertukaran budaya.
“Seneng banget bisa berinteraksi sama orang-orang dari latar belakang yang berbeda. Rasanya kayak nemu kebahagiaan sederhana,” ungkap Isti.
Di sisi lain, Fany menemukan kesan mendalam ketika berdiskusi dengan mahasiswa internasional. Ia mengapresiasi bagaimana Unpad IO selalu berusaha inovatif dan tetap melibatkan mahasiswa internasional dalam mengevaluasi program.
“Aku pernah ngobrol sama international students. Gak cuma tentang pendidikan, tapi juga kegiatan yang mereka lakukan di Bandung,” jelasnya.
Pengalaman magang ini membuka wawasan mereka tentang seluk-beluk birokrasi kampus. Kini, Fany lebih tahu tentang alur birokrasi terkait administrasi inbound student (mahasiswa asing masuk ke Unpad) dan outbound student (mahasiswa Unpad ke luar negeri), serta cara menjalin kerjasama internasional antar-universitas.
“Aku jadi tahu seberapa besar effort dari Kantor Urusan Internasional (KUI) itu sendiri untuk program-program internasional di Unpad,” tegasnya.
Jika dibandingkan dengan magang ideal, Fany dan Isti mengaku kalau standar magang ideal mereka justru meningkat setelah mereka magang di Unpad IO.
“Orang-orang di KUI ini very present. Kalo misalnya ada masalah, akan selalu ada yang langsung membantu. Pokoknya mendekati magang ideal aku sih,”ujar Fany.
“Magang di Unpad IO ini cukup menggambarkan seberapa padatnya pekerjaan kita di masa depan,” tambah Isti.
Meskipun memiliki banyak manfaat, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi. Fany berpendapat bahwa tempo kerja yang cepat dan tenggat waktu yang ketat menuntut mereka untuk bekerja secara efisien dan berani bertanya. Sebaliknya, Isti melihat tekanan tersebut sebagai cerminan dari pentingnya proyek yang mereka kerjakan.
Mereka berdua mengakui bahwa pengalaman magang di Unpad IO berdampak pada pertumbuhan pribadi mereka. Fany memilih kata “Grow” untuk menggambarkan magangnya di Unpad IO, sementara Isti menggambarkannya menggunakan Bahasa Tagalog, yaitu “Mahal” yang berarti cinta.
Dalam evaluasinya, Fany menyarankan pembagian tanggung jawab yang lebih seimbang dan penambahan kuota magang.
“Jika memungkinkan, kantor-kantor lain di Unpad juga bisa menyediakan kesempatan magang. Karena banyak juga mahasiswa yang tertarik buat magang,” pungkasnya.
Sejatinya, magang merupakan bagian dari perjalanan akademik mahasiswa. Cerita pengalaman magang mahasiswa di rektorat menyoroti aspek-aspek yang perlu ditingkatkan, seperti konsistensi jadwal, pendampingan mentor, dan pembagian jobdesc. Meskipun demikian, magang di rektorat memberikan manfaat berharga, mulai dari mengembangkan keterampilan teknis hingga memperoleh wawasan internasional.
Penulis: Wulan Suciyati Maharani
Editor: Alifia Pilar Alya Hasani, Ammara Azwadiena Alfiantie
