Dewi Sri
Pepadian dan gandum di alam raya ini terhampar karena dirinya
Petani-petani membawa cangkul dan arit setiap pagi di pundaknya
Bekerja keras menanam benih dan mencabuti gulma
Dan di kala terik menjilat pori, mereka duduk berteduh di gubuk reyot
Menyelonjorkan badan dan memakan apa yang mereka tanam;
Pepadian dan gandum
Dewi Sri menjelma di tiap telapak tangan para petani itu
Membelai penuh kasih sayang di antara musim-musim
Mengairi irigasi dan memberi makan orang banyak
Terberkatilah Dewi Sri pada tiap telapak tangan itu
Aldebaran
Di antara nama-nama bintang yang merangkai makna langit itu terselip namamu
Sebagaimana bintang-bintang menunjukkan arah mata angin
Namamu selalu memberiku rasa aman dan yakin
Bintangmu selalu mengantarkanku pada dirimu
Di antara nama-nama bintang yang menginterpretasi makna langit itu terselip namamu
Sebagaimana bintang-bintang berkedip menyapa orang-orang yang tersesat di jalanan
Namamu memberiku petunjuk menuju arah pulang
Bintangmu selalu menjadi tempat bagi kepulanganku
Dulu Kita Pernah Sedekat Bibir
Memandangi wajahmu di antara jeruji ranjang yang memisahkan kita
Wajahmu yang terkulai karena hari yang melelahkan
Begitu tampan sekaligus begitu cantik
Senyum manis sialan yang kau sunggingkan itu ketika kau tidur
Rambutmu yang ikal serupa permen kapas
Harum wewangian dari semak rimbun itu
Pipimu yang kuning serupa langsat masak
Membuat hatiku terbang mengawang-awang
Tapi kau hanya pernah memelukku
Meskipun itu terhitung sering
Tapi aku ingin meminta lebih
Menciummu pada bibir meski itu hanya dalam mimpi
Secangkir Hujan Bersama Semesta
Aku menunggu duduk berdiri
Tamuku dan tamu kita adalah semesta
Ia berpakaian makna dan sangat dalam
Seperti kolam air yang penuh dengan titik gelombang
Minumlah jamuan kami
Ia hanya tersenyum
Semesta berupa-rupa arti tapi dia lebih suka untuk sunyi, di dalamnya Dia penuh dengan pikir
Tamu kami, coba minum ini
Lalu aku tuangkan hujan dari dalam teko
Minumlah secangkir ini
Semesta meminumnya lalu ia abadi
Lorong Waktu
Sebuah koridor beralaskan dingin
Kau berjalan di lorong waktu
Dengan hati tertatih-tatih
Gelap di sekitarnya
Dirundung pilu
Kesedihan
Bersama
Tak sendirian
Dipenuhi cakapan
Antara sahabat lama
Dia yang bernama Hujan
Serta kekasih setianya Aku
Penulis: Muhammad Restu Alfarisy
Editor: Disma Alfinisa