
Warta Kema – Pihak K3L (Keselamatan, Kesehatan Kerja, dan Lingkungan) Universitas Padjadjaran (Unpad) menegaskan kembali aturan larangan bonceng tiga di lingkungan kampus. Penegasan ini dilakukan karena meningkatnya jumlah kecelakaan di area Unpad, terutama yang melibatkan pengguna kendaraan roda dua dan sepeda listrik (Beam).
Ecep, petugas keamanan Unpad, menegaskan bahwa larangan ini bukanlah kebijakan baru, melainkan penegasan ulang terhadap aturan keselamatan yang sudah lama berlaku.
“Kalau bonceng tiga itu bukan dilarang sama security, tapi sudah ada dari pihak K3L. Aturan ini juga sudah ada dari Unpad, kami security hanya mengedukasi,” ucap Ecep.
Riki, petugas keamanan Unpad, menjelaskan bahwa sebagian besar kecelakaan yang terjadi di dalam kampus Unpad disebabkan oleh pengendara motor yang berbonceng tiga atau pengendara sepeda listrik Beam yang berboncengan. Hal ini menyebabkan pihak K3L bersama wakil rektor Unpad untuk mempertegas aturan keselamatan berkendara di area Unpad sejak Oktober 2025.
“Banyak yang sampai berdarah-darah, patah tulang, kadang yang kecelakaan bisa sampai 5 kali dalam sehari. Nah, karena banyaknya laporan kecelakaan, kepala K3L dengan wakil rektor Unpad mempertegas lagi aturan ini. Diterapkannya udah lama, tapi baru dipertegas per bulan Oktober ini,” ungkap Riki.
Riki menambahkan, bahwa setiap mahasiswa yang melanggar akan ditegur langsung oleh petugas keamanan yang sedang berjaga. Mahasiswa akan diminta berhenti dan menurunkan salah satu penumpang. Saat ini, tidak ada sanksi lebih lanjut untuk menangani mahasiswa yang melanggar, namun setiap pelanggar akan dicatat dan difoto.
“Untuk saat ini baru peneguran, kalau ada yang berbonceng tiga, salah satu dari mereka harus turun dulu. Ya, harus dicatat dan difoto sebagai bentuk laporan pada atasan, buat bukti kalau kita sudah menghimbau. Kalau dari peneguran ini mereka masih acuh tak acuh, mungkin ke depannya akan dapat sanksi dari pihak rektorat langsung,” tambah Riki.
Meski masih sebatas teguran, pihak keamanan menilai hal ini cukup efektif untuk menurunkan angka kecelakaan di lingkungan kampus. Riki juga menuturkan bahwa adanya speed bump (polisi tidur yang terbuat dari karet) di area Unpad adalah sebagai bentuk upaya untuk menurunkan kecepatan berkendara. Batas kecepatan juga sudah sering dihimbau, maksimal 20-30 km/jam.
“Polisi tidur yang dari karet itu namanya speed bump, itu ‘kan sebagai upaya untuk menurunkan kecepatan, karena dari beberapa faktor, kebanyakan dari mereka itu berkendara lebih dari dua orang, terus kecepatannya tinggi. Sementara dari Unpad menghimbau cuma 20 sampai 30 kilometer. Jadi kalau ngerem mendadak, ngga kaget, jadi ngga bikin jatuh,” jelas Riki.
Namun, tidak semua mahasiswa setuju dengan adanya kebijakan tersebut. Beberapa mahasiswa, menganggap larangan bonceng tiga di area kampus terlalu ketat untuk jarak yang cukup dekat.
L, salah satu mahasiswa Unpad yang pernah ditegur oleh petugas keamanan, mengaku tidak setuju atas larangan tersebut. Ia memahami tujuan dari kebijakan itu, namun ia menilai bahwa penerapannya dapat disesuaikan dengan kondisi yang terjadi.
“Aku tahu ada larangan bonceng tiga, tapi waktu itu aku lagi urgent banget, motornya cuma ada satu, jadi ya, terpaksa bonceng tiga,” ujar L.
L bercerita, saat ia dan teman-temannya ditegur oleh petugas keamanan karena bonceng tiga, ia dan teman-temannya diberhentikan oleh petugas keamanan, kemudian diminta untuk menunjukkan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) mereka sebelum difoto.
“Waktu itu aku ditegur, terus disuruh berhenti. Satpamnya nanya kenapa bonceng tiga, terus ditanyain dari fakultas mana, dimintain KTM, dan kita difoto bertiga. Aku minta maaf terus bilang kalau deket aja cuma ke gerbang, terus akhirnya dibolehin,” ungkap L.
Meski mengakui kesalahannya, L berpendapat bahwa aturan tersebut tidak perlu diterapkan terlalu ketat, karena berkendara di dalam kampus dinilai cukup aman. Menurutnya, pengawasan seperti ini sebaiknya difokuskan untuk area yang langsung terhubung ke jalan raya, karena risiko kecelakaan yang lebih tinggi.
“Menurut aku, aturan ini ngga perlu, karena masih di lingkungan kampus, jadi masih aman. Kecuali, kalau kita udah ke jalan raya. Karena ‘kan biasanya kalau di kampus cuma deket-deket aja. Tapi, kalau satpamnya itu menjaga di gerbang yang menuju jalan raya itu baru perlu,” ucap L.
Selain itu, L juga menganggap bahwa proses teguran yang kini sedang berjalan, seperti pencatatan identitas dan pemotretan sudah cukup efektif memberikan efek jera bagi mahasiswa yang melanggar. Ia menilai hal tersebut dapat meningkatkan kesadaran mahasiswa, karena identitas mereka sudah tercatat oleh pihak keamanan. Namun, dikarenakan banyak mahasiswa yang acuh tak acuh, masih tetap diperlukan adanya sanksi atau teguran tambahan dari pihak kampus agar kebijakan ini dapat berjalan lebih efektif.
“Sebenarnya kalau teguran yang sekarang udah cukup, karena ‘kan kalau kita ada yang ngelanggar (lalu) difoto terus dimintain KTM. Nah, menurut aku itu udah cukup membuat kita aware, karena itu ‘kan identitas kita. Tapi, karena mahasiswanya banyak yang ngeyel, harusnya ada teguran selain dari satpam,” tambah L.
Kurangnya kesadaran mahasiswa terhadap risiko kecelakaan menyebabkan banyak mahasiswa yang menyepelekan bahaya berkendara dengan penumpang yang tidak sesuai aturan. Ecep mengungkapkan bahwa banyak mahasiswa yang mencoba mengelabui petugas keamanan. Ia menjelaskan bahwa mahasiswa pengendara motor akan berpura-pura menurunkan salah satu boncengannya saat melihat petugas keamanan, setelah menjauh dari pandangan petugas keamanan, mereka kembali berbonceng tiga.
“Pernah kejadian kayak gitu. Kami sudah tegur, tapi pas udah jauh bonceng tiga lagi, kebetulan atasan lihat dan kami yang kena tegur,” ungkap Ecep.
Pihak keamanan tetap menegaskan bahwa aturan ini bukan semata-mata hanya untuk menghalangi aktivitas mahasiswa, melainkan untuk keselamatannya sendiri. Riki kembali menegaskan bahwa kecelakaan yang sering terjadi di dalam kampus menjadi penyebab utama agar mahasiswa sadar akan keselamatan berkendara.
“Kami itu melakukan teguran-teguran bukan semata-mata untuk menghalangi mahasiswa, karena ya, emang itu untuk diri sendiri. Karena sudah banyak yang kecelakaan di dalam Unpad. Itu yang menjadi poin mengapa keselamatan berkendara itu diingatkan lebih keras lagi. Terutama untuk adik-adik mahasiswa agar sadar bahwa keselamatan itu (datang) dari dalam diri sendiri,” tambah Riki.
Penulis : Ariesta Maulidyah Mutiara Tsani
Editor : Fernaldhy Rossi Armanda, Alifia Pilar Alya Hasani
