Pada Harmonisasi Kema yang diselenggarakan Selasa sore hingga malam (01/10) di Lapangan Alfa X Unpad Jatinangor, Perwakilan UKM dan Kema Unpad dari dan tujuh belas fakultas menyetujui tuntutan para korban kekerasan seksual (diduga dilakukan oleh Fawwaz). Tuntutan tersebut ditujukan kepada BEM Kema Unpad Kabinet Satu Rasi.
Salah satu tuntutannya adalah menolak surat pengunduran diri Ketua BEM Kema Unpad, Fawwaz Ihza Mahenda Daeni, sebagai terduga pelaku sejumlah kasus kekerasan seksual dan melakukan pemecatan jabatan secara tidak terhormat terhadap Fawwaz.
Massa dari Kema Unpad berkumpul sejak pukul 16.00 hingga pukul 21.20 WIB untuk menyampaikan pendapat mereka dalam Harmonisasi Kema yang membahas dugaan kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh Fawwaz.
Keputusan akhir untuk menyepakati tuntutan didapatkan setelah seorang perwakilan dari para korban kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh Ketua BEM Kema Unpad membacakan sejumlah poin tuntutan mereka terhadap BEM Unpad saat ini.
Para perwakilan juga menolak surat pengunduran diri Fawwaz dan sepakat untuk memberhentikannya secara tidak terhormat dari jabatannya sebagai Ketua BEM Kema Unpad.
Ridho, Wakil Kepala BEM Kema Unpad, mewakili pimpinan BEM Kema Unpad Kabinet Satu Rasi menyetujui, menyanggupi, dan menyepakati untuk memenuhi hak dari para korban juga beserta dengan segala tuntutan yang diajukan.
Ridho memberikan tanggapannya terhadap pertanyaan yang dilontarkan oleh Warta Kema mengenai kapan awal mula ia mengetahui kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh Fawwaz.
“Tentunya, kita (BEM Kema Unpad) mengetahui soal kasus yang dilaporkan ke satgas. Walaupun, saya juga mengilhami adanya asas kerahasiaan untuk melindungi terduga korban. Namun, pada tanggal 17 Agustus, saya masih ingat, Kang Fawwaz dilaporkan ke Satgas PPKS pada forum di Fakultas Kedokteran. Pada saat itu, yang hadir adalah Kang Fawwaz dan juga Kang Darda dan juga kabem-kabem fakultas. Kebetulan saya tidak bisa hadir pada malam itu. Yang saya sayangkan adalah asas kerahasiaan untuk melindungi terduga korban malah jadi luntur. Walaupun, saya juga mengecam keras atas tindakan atau tingkah laku yang dilakukan oleh Kang Fawwaz.”
Pada tanggal 17 Agustus, Fawwaz dilaporkan secara resmi ke Satgas PPKS Unpad dan BEM Kema Unpad mengetahui kasus ini sejak saat itu.
“Iya, tentunya saya pun mencari tahu kebenarannya. Mungkin ada beberapa hal yang menjadi kesalahan dari BEM Kema dalam menanggapi hal tersebut, yang mana, itu pure saya akui sebagai kesalahan saya selaku Wakil Ketua BEM Kema Unpad,” ujar Ridho kepada Warta Kema saat ditanyai tentang upaya yang dilakukan untuk menginvestigasi kasus tersebut.
Tuntutan dari Para Korban
Sejumlah poin yang dituntut oleh para korban di antaranya adalah sebagai berikut:
- Menolak pengunduran diri Ketua BEM Kema Unpad atas nama Fawwaz Ihza Mahenda Daeni sebagai pelaku kekerasan seksual dan memecatnya secara tidak hormat.
- Menuntut Fawwaz Ihza Mahenda Daeni untuk mengakui dan meminta maaf secara sukarela atas tindakan kekerasan seksual dan upaya penutupan kasus yang telah dilakukan.
- Menobatkan Fawwaz Ihza Mahenda Daeni sebagai Ketua BEM Kema Unpad paling amoral sepanjang sejarah Universitas Padjadjaran.
- Membentuk satuan tugas untuk menyelidiki, mengungkap, dan menindak pihak-pihak yang menutupi kasus kekerasan seksual, memanipulasi informasi, dan menekan fungsionaris yang mengkritisi.
- Menyelenggarakan aksi untuk mengawal kasus kekerasan seksual, mengecam pelaku, serta menekan Satgas PPKS Unpad agar menyelesaikan seluruh kasus yang mengatasnamakan Fawwaz Ihza Mahenda Daeni dalam 30 hari sejak laporan diterima.
- Melibatkan publikasi media dari minimal lima media massa nasional dan/atau sepuluh media provinsi dan/atau dua puluh media lokal dalam pelaksanaan tuntutan.
- Menyampaikan permohonan maaf resmi, pertanggungjawaban, dan kompensasi kepada lembaga yang terdampak oleh kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh Fawwaz Ihza Mahenda Daeni.
Apabila BEM Kema Unpad 2024 Kabinet Satu Rasi gagal memenuhi seluruh tuntutan di atas, maka sebagai sanksi, akan ada konsolidasi dan inisiasi aksi besar yang akan ditujukan kepada BEM Kema Unpad dan bisa berakhir terhadap pembubaran Kabinet Satu Rasi.
Tanggapan dan Kekecewaan Kema Unpad
Ada pula tanggapan dari Kema Unpad terhadap Harmonisasi Kema pada Selasa (01/10) menyatakan bahwa kekecewaan Kema Unpad saat ini bermula dari sikap BEM Kema Unpad yang hanya diam dalam menanggapi kasus ini.
“Menurut aku, ini (Harmonisasi Kema) adalah salah satu bentuk demokrasi di kampus karena dengan adanya Harkem ini kita jadi bisa menyelesaikan dan punya harapan terhadap hal-hal yang seharusnya ditegakkan. Apalagi sekarang kondisi Unpad dalam kondisi abnormal. Kita nggak punya BPM, kita nggak punya MM, tapi ada satu kondisi di mana salah satu pejabat kampus kita, pejabat BEM kita, melakukan suatu kesalahan yang sangat fatal. Suatu kesalahan amoral yang di mana hal ini harus diselesaikan dan ini adalah salah satu bentuk demokrasi kalua kita sebagai mahasiswa sangat sadar bahwa hal ini harus diselesaikan dengan baik dan hal ini harus sesuai dengan nilai-nilai keadilan yang ada. Jadi, menurut aku, Harkem hari ini alhamdulillah membawa satu keputusan yang konkrit. Kita pengen hak-hak korban dipenuhi oleh BEM Kema dan kabem–mantan kabem tersebut,” ucap Fallujah salah seorang Kema Unpad yang mewakili Girl Up Unpad.
“Kekecewaan terbesarku terhadap BEM Kema Unpad sebenarnya adalah diem. Mereka jadi unable dan mereka tidak menyuarakan kebenaran. Dan mereka tahu itu. Harusnya mereka tuh sadar kalau itu adalah suatu kesalahan. Harusnya sebagai lembaga yang berintegritas, you pick your stance,” lanjutnya.
Kekecewaan tersebut juga didukung oleh pernyataan dari dua orang Kema Unpad lainnya yaitu, Ezra Al Barra dan Maulida Marisa Qanita.
Ezra menyatakan, “Kekecewaan terbesar saya terhadap BEM Kema dapat dikerucutkan kepada Fawwaz Ihza Mahenda, ya, kepada orang itu sebetulnya. Namun, apabila membicarakan BEM Kema secara keseluruhan, kekecewaan saya adalah inactivity mereka selama beberapa waktu ini, diamnya mereka sampai pada saat ini, tetapi apabila ada satu orang yang harus patut disalahkan, sebenarnya orang tersebut adalah Fawwaz.”
Sedangkan, Marisa menyuarakan kekecewaannya dengan mengatakan, “Dari awal Harmonisasi Kema berjalan, mereka (pimpinan BEM Unpad) selalu menyatakan bahwa awal masalahnya dari Fawwaz. Namun, pada akhirnya yang pun harus dilakukan oleh mereka bukan hanya diam dong? Kekecewaan yang dirasakan oleh Kema Unpad saat ini, aku yakin dan jamin, berdasar pada diam yang mereka pilih untuk menyikapi situasi yang ada. Mungkin itu yang bisa menggambarkan mengapa saat ini Kema Unpad begitu kecewa dan marah terhadap enam orang di depan ini. Walaupun, enam orang di depan ini bukan pelakunya, tapi ya mereka secara tidak langsung menjadi ‘tangan kanan pelaku’ karena mereka ikut menutup-nutupi kasus ini.”
Ezra dan Marisa memberikan tanggapan mereka terhadap penyelenggaraan Harmonisasi Kema.
“Alhamdulillah dari saya merasa bangga sih bahwa dengan semua masalah dan gempuran yang diberikan ke Universitas Padjadjaran, atensi dan kepedulian daripada Kema Unpad masih sangat tinggi. Dilihat dari keaktifan pada Harkem ini sangat tinggi. Semua bersuara dan artinya upaya kita selama bertahun-tahun untuk mengadvokasikan dan memperjuangkan isu kekerasan seksual ada hasilnya. Sekali pun, menurut saya, arahnya masih salah, tetapi setidaknya sudah ada kepekaan dari Kema Unpad terhadap isu kekerasan seksual. Itu yang harus kita kukuh dan dukung untuk dibangun terus dan kita harus saling mengingatkan satu sama lain,” jelas Ezra.
Marisa juga menambahkan, “Yang belum tersampaikan dari Harkem ini ada satu sih. Kalau temen-temen liat, enam orang di depan sana itu semuanya laki-laki. Pada akhirnya, mungkin seringkali membuat kita sedih karena ada salah satu korban juga yang sempet cerita ke aku. Dan sedihnya itu karena apa? Karena ketika situasi ini muncul kok bisa-bisanya mereka nggak punya perspektif korban. Apa mereka nggak pernah ngebayangin perempuan-perempuan yang ada di lingkungan BEM Kema itu harus mereka lindungi? Bayangkan apabila ada staff mereka atau pun adik mereka dan lain-lainnya ada di posisi seperti itu. Kok bisa mereka tega tidak bersikap tegas dan lugas terhadap situasi yang terjadi yang ditujukan ke Fawwaz Ihza Mahenda itu sendiri. Itu sih sebetulnya kekecewaaan yang buat apa sih nunggu, buat apa mikir lama?”
Harmonisasi Kema menjadi momen krusial dalam menindaklanjuti kasus kekerasan seksual yang melibatkan Fawwaz. Peristiwa ini membawa perhatian besar di kalangan Kema Unpad dan menekankan pentingnya menjaga hak-hak korban kekerasan seksual di lingkungan kampus.
Tindakan tegas yang diajukan oleh perwakilan mahasiswa perlu terus dikawal hingga tuntas. Fokus utama harus tetap pada pemenuhan hak-hak korban dalam pelaksanaan keputusan yang telah disepakati. Komitmen untuk menuntaskan kasus ini harus terus dijaga, memastikan keadilan ditegakkan dan hak-hak korban dipenuhi.
Reporter: Ammara Azwadiena Alfiantie
Editor: Zulfa Salman, Shakila Azzahra
Fotografer: Naia Emmyra