
Warta Kema – Setelah rebranding dari Trans Metro Bandung (TMP) menjadi Metro Jabar Trans (MJT), layanan Bus Rapid Transit (BRT) ini memulai masa transisi dengan mengganti armada bus besar berbahan bakar solar menjadi bus medium listrik. Pergantian itu sejak awal ditegaskan hanya bersifat sementara, sekadar langkah transisi sebelum pengoperasian bus besar listrik yang dijanjikan hadir sebagai transportasi publik yang ramah lingkungan.
Namun, sembilan bulan sejak masa transisi dimulai, janji pengoperasian bus besar listrik belum juga terealisasi. Hingga kini, MJT masih mengandalkan armada bus medium listrik dengan jumlah terbatas. Keputusan ini memicu tanda tanya besar di kalangan penumpang setia TMP, sebab dinilai tidak sebanding dengan lonjakan jumlah penumpang di koridor 5 rute Dipatiukur–Jatinangor.
Ketika dikonfirmasi terkait timeline masa transisi dan perkembangan armada, Lili Suryatna dari tim BRT mengatakan bahwa pihaknya belum memiliki kejelasan timeline.
“Terkait timeline masa transisi, kita sendiri belum ada info lanjutan.Terkait pergantian ke bus besar listrik pun belum ada info,” jelasnya.
Saat ini, operasional Koridor 5 hanya ditopang oleh 21 unit bus medium dengan tambahan 2 unit cadangan. Jumlah ini jauh berkurang dibandingkan masa ketika bus besar masih digunakan. Menurut Lili, memang ada rencana penambahan armada tahun ini, tetapi penambahan tersebut tetap berupa bus medium, bukan bus besar listrik sebagaimana yang sempat dijanjikan sebelumnya.
“Sejauh ini memang sudah ada rencana penambahan jumlah unit bus, tetapi kami belum bisa memastikan kapan. Rencananya di tahun ini dan bentuknya masih bus medium,” jelasnya.
Hanni, salah satu pengguna rutin MJT Koridor 5, menyebutkan bahwa ia hampir selalu merasakan antrean panjang. Kapasitas bus medium yang dinilai tidak memadai menghadapi lonjakan penumpang, sehingga antrean panjang kerap terjadi pada jam sibuk dengan estimasi waktu tunggu lebih dari satu jam.
“Sering banget ngalamin antre panjang, terutama sore pas pulang kuliah. Dampaknya ke aku itu jadwal jadi ketunda dan nguras waktu sama energi. Selain itu, kapasitas bus medium terasa kurang ideal untuk jangka panjang, apalagi jumlah mahasiswa tiap tahun makin banyak,” ungkapnya.
Meski demikian, Lili menegaskan bahwa pihak MJT sudah melakukan evaluasi. Interval keberangkatan kini berkisar 10–15 menit dan bisa dipercepat pada kondisi padat.
“Ya, untuk sekarang kita sudah bisa menyesuaikan dengan kondisi lapangan. Jika sedang padat, kita percepat. Tetapi memang interval saat ini di jarak 10–15 menit dan paling lama 15 menit,” jelas Lili.
Namun, penyesuaian jadwal saja dinilai belum cukup. Hanni, pengguna tetap Koridor 5, menilai kondisi ini menimbulkan kekecewaan.
“Dulu ‘kan sempat dijanjikan bus besar listrik, tapi sekarang masih bus medium. Sebagai pengguna ada rasa kecewa, tapi saya coba maklum karena pasti prosesnya ribet dan butuh waktu lama,” ujarnya.
Hanni juga berharap ada langkah nyata dari pihak MJT, tidak hanya sebatas penyesuaian jadwal. Menurutnya, kejelasan timeline penting agar pengguna Koridor 5 memahami arah dan rencana layanan ke depan.
“Harapannya ada tambahan unit bus, atau setidaknya kejelasan soal timeline pergantian bus listrik, biar pengguna lebih tenang karena tahu rencana ke depan seperti apa, dan pelayanan juga ditingkatkan,” tambahnya.
Janji awal bahwa bus medium hanya dipakai sementara dalam masa transisi dipertanyakan kembali, karena hingga kini belum ada kepastian kapan bus besar listrik benar-benar akan beroperasi.
Penulis: Salwa Nabila Ayu
Editor: Fernaldhy Rossi Armanda, Alifia Pilar Alya Hasani, Ammara Azwadiena Alfiantie
