Covid-19 hingga saat masih menjadi masalah utama bidang kesehatan. Tahun 2021 praktis jadi tahun kedua berlangsungnya masa pandemi di Indonesia sejak kasus pertama mencuat. Selain masalah kesehatan, perkara lain yang juga perlu diperhatikan adalah peningkatan jumlah limbah medis dan rumah tangga.
Ketua Yayasan Generasi Semangat Selalu, Ikhlas Tini Martini mengatakan ada beberapa tahapan dalam mengelola limbah medis khususnya masker yang masuk ke dalam kategori infeksius (menyebabkan infeksi). Sebelum dibuang, masker bekas sekali pakai harus terlebih dahulu diberi desinfektan dan dirusak dengan cara disobek atau digunting. Hal ini yang biasa luput dari perhatian masyarakat.
“Yang menjadi PR itu adalah sistem. Hal ini harus tersistematis satu kota, termasuk dengan petugas sampahnya, seperti membuat kawasan bebas sampah. Kunci dari permasalahan tersebut adalah sampah/material yang kita punya harus dipertahankan kualitasnya untuk keberlangsungan anak-cucu kita nanti.” ujar Tini dalam webinar ‘BIOTOPE 2.0: Mengelola Limbah Medis dan Rumah Tangga di Masa Pandemi Covid-19’ yang diselenggarakan Himbio Unpad beberapa waktu lalu.
“Cara pertama yang bisa dilakukan adalah pemilahan dan pengolahan sendiri. Seperti sampah organik yang dibuat kompos dan kualitasnya harus diperhatikan untuk tidak dicampurkan. Olah organiknya sendiri dan kalau masih bisa tidak dapat melakukannya sendiri, maka berikan edukasi terhadap petugas sampah atau bisa juga mengajak tetangga untuk mengerti pemilahan sampah.” jelas alumnus Zerowaste Academy ini.
Peraturan mengenai pengelolaan limbah medis ini tertuang pada Permenkes Nomor 27 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Layanan Kesehatan serta Permenkes Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Pengelolaan Limbah Medis Fasilitas Pelayanan Kesehatan Berbasis Wilayah.
Menurut data KLHK tahun 2020, jumlah sampah nasional tahun 2020 mencapai 67,8 juta ton. Naik 3 ton dari tahun sebelumnya. Terdapat pula 88 ton limbah medis per hari, termasuk limbah medis akibat Covid-19. Limbah medis ini menurut KLHK tidak hanya datang dari fasilitas kesehatan tetapi juga dari hotel-hotel.
Limbah rumah tangga juga tidak boleh luput dari perhatian. Mengutip dari Republika.co.id, menurut Direktur Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 Sinta Saptarin, sampah di masa pandemi di rumah tangga meningkat 36% berasal dari kemasan-kemasan dan sampah lainnya, tetapi ada penurunan sampah yang dihasilkan dari perkantoran dan mal.
“Pengolahan sampah itu seringkali Indonesia terjebak ‘teknologi’. Padahal pengolahan sampah bukan soal teknologi, tetapi masalah penegakan aturan (pada pemerintah).” tutur Tini.
\”Kita sebagai masyarakat perlu mengadvokasi penegakan aturan tersebut. Mulailah dari diri kita sendiri, kemudian jadi role model untuk sekitarnya, lakukan secara terus menerus, dan pegang terus komitmennya.” tambahnya.
Melihat permasalahan itu, alumnus Biologi Unpad, Dwi Handayani berujar bahwa sebenarnya masyarakat Indonesia itu kreatif untuk menghadapi masalah sampah.
“Jangan takut untuk berubah karena yang kita lakukan sekarang akan berdampak dalam jangka panjang. Jangan takut untuk tidak berubah maksimal, lakukan saja sedikit-sedikit. Kita tidak bisa melakukan hal besar kalau takut melakukan hal kecil. Kalaupun dampaknya tidak se-Indonesia atau seluruh dunia, setidaknya untuk kita sendiri.” pungkasnya.
Reporter: Naufaldy Rizkiansyah
Editor: Hatta Muarabagja