Tenaga kependidikan Universitas Padjadjaran tengah menjalankan tugas administratif di lingkungan kampus. (WARTAKEMA/Kris Meitha Paulina)

Warta Kema – Di balik dinamika dunia akademik, dosen dan tenaga kependidikan (tendik) memiliki peran penting dalam mendukung proses pembelajaran dan pengembangan mahasiswa. Namun, bagaimana kondisi kesejahteraan para dosen dan tendik di Universitas Padjadjaran (Unpad) saat ini? Apakah kesejahteraan yang mereka terima sebanding dengan upaya dan kontribusi yang mereka berikan?

Setiawan Hadi, Kepala Departemen Ilmu Komputer Unpad, menyatakan bahwa kesejahteraan adalah konsep yang relatif. Namun, ia merasa bahwa kondisi kesejahteraan dosen di Unpad saat ini sudah lebih baik dibandingkan periode sebelumnya, yaitu sebelum Unpad memiliki kesempatan mengelola dana secara mandiri dan menerapkan sistem remunerasi bagi dosen.

“Kesejahteraan itu sifatnya relatif. Kalau ditanya apakah saya sejahtera, saya masih bisa makan dan kalau ada tugas ke luar negeri, saya masih bisa berangkat. Jadi, menurut saya, kondisi sekarang relatif lebih baik dibanding sebelumnya,” ungkap Setiawan.

Pandangan serupa datang dari Mas Rizky Anggun Adipurna Syamsunarno, Dosen Fakultas Kedokteran Unpad. Ia menjelaskan bahwa sejak Unpad beralih status menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH), sistem kesejahteraan dosen mengalami perubahan yang cukup signifikan. Menurutnya, perubahan ini memberikan peluang bagi dosen untuk mendapatkan kompensasi berbasis kinerja yang sebanding dengan upaya yang dilakukan.

“Semenjak Unpad ditetapkan menjadi PTN-BH, saat itu sudah ada perubahan sistem take home pay. Saya merasa hal ini dapat meningkatkan pendapatan berbasis dari kinerja dosen. Jadi, kinerja dosen sekarang betul-betul dilihat,” ujarnya.

Namun, Rizky juga menyoroti pentingnya perbaikan dalam sistem penilaian kinerja dosen. Ia menekankan bahwa penilaian tidak hanya harus berfokus pada proses, tetapi juga pada hasil nyata atau output. Menurutnya, pendekatan berbasis dampak, seperti evaluasi melalui umpan balik mahasiswa, dapat mencerminkan kontribusi dosen secara lebih akurat dan mengurangi ketimpangan dalam penilaian. Namun, standar dampak ini tentu bergantung pada bagaimana ketentuan masing-masing fakultas.

“Misalnya, ketika dosen mengajar tiga jam tutorial dan tiga jam kuliah, hitungan SKS-nya (Satuan Kredit Semester) bisa berbeda, padahal sama-sama membutuhkan waktu yang sama. Namun, tentu saja, ada regulasi yang harus diikuti,” jelas Rizky.

Baban Banita, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Unpad, juga menyatakan bahwa kesejahteraan yang ia terima masih ada aspek yang perlu diperbaiki. Ia menyoroti perlunya evaluasi pada sistem poin yang menentukan tunjangan dosen, agar lebih mencerminkan kontribusi masing-masing dosen secara proposional.

Baban menjelaskan bahwa poin dapat diperoleh dari berbagai aktivitas akademik, seperti menerbitkan buku. Namun, ia memperhatikan bahwa dalam beberapa waktu terakhir terdapat perubahan sistem poin, misalnya aktivitas yang sebelumnya mendapatkan poin kini tidak lagi dihitung atau nilainya dikurangi.

“Mungkin baiknya ditinjau kembali, mana yang layak untuk ditinggikan, mana yang layak untuk dikurangi atau disesuaikan. Karena itu mungkin bisa bermasalah kepada seluruh dosen,” jelasnya.

Selain itu, Baban menekankan pentingnya dukungan administratif yang lebih efisien. Menurutnya, proses administrasi yang rumit bisa terkadang mengganggu, terutama bagi dosen yang lebih senior atau kurang familiar dengan teknologi.

“Kadang jaringan internet terganggu dan ada proses administrasi yang terasa rumit, terutama bagi dosen yang lebih senior,” tambahnya.

Sri Rakhmiyati, tenaga kependidikan di Perpustakaan Kandaga Unpad, juga menyampaikan pandangannya mengenai kesejahteraan tendik. Ia merasa bahwa dukungan yang diberikan sudah cukup baik, meski masih ada ruang untuk perbaikan dalam aspek fasilitas kesehatan dan kenyamanan kerja. Ia menjelaskan bahwa Unpad sempat menyediakan fasilitas kesehatan melalui kerja sama dengan penyedia asuransi sebelumnya, tetapi layanan tersebut telah dihentikan pada bulan Maret lalu.

“Kalau bisa sih, untuk fasilitas kesehatan diadakan lagi, kemudian mungkin, kalau boleh, misalnya fasilitas tambahan untuk pegawai kayak odong-odong (khusus pegawai),” ujarnya.

Di tengah tantangan yang ada, baik dosen maupun tendik tetap berkomitmen untuk memberikan yang terbaik bagi mahasiswa. Meskipun berbagai aspek kesejahteraan masih bisa diperbaiki, mereka tetap memprioritaskan kualitas pengajaran dan pelayanan.

“Kualitas pengajaran itu tidak boleh berhenti, tidak boleh menurun. Pendidikan itu tidak boleh berkurang kualitasnya,” tutup Setiawan.

 

Penulis: Anindya Ratri Primaningtyas 

Editor: Alifia Pilar Alya Hasani, Fernaldhy Rossi Armanda

Foto: Kris Meitha Paulina

Authors

1 Comment

Avarage Rating:
  • 0 / 10
  • ✂ + 1.986371 BTC.NEXT - https://yandex.com/poll/enter/BXidu5Ewa8hnAFoFznqSi9?hs=bcec4a85dcd29d064436d485beced5e8& ✂ , June 14, 2025 @ 2:51 am

    gtpagd

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *