Gulat di Jakarta: Si Tipis yang Kaya Makna

 

goodreads.com

Judul : Gulat di Jakarta

Penulis : Pramoedya Ananta Toer

Penerbit : Wira Karya

Tahun Terbit : 1995

Jumlah Halaman : 82 Halaman

 

Dan sungguh! Dunia ini adalah dunia manusia kalau saja tak ada berbagai batas yang dibuat-buat oleh berbagai macam golongan. Ya, batas-batas itu memang ada –– dilahirkan oleh kegilaan manusia sendiri. (Hal. 22)

Saat itu umur Sulaiman baru tujuh belas tahun, atas desakan kemiskinan Sulaiman terpaksa meninggalkan keluarga dan hidup di atas kaki sendiri. Sulaiman kemudian bertemu dengan tambatan hatinya, Mina dan dikaruniai tiga orang anak namun harus kehilangan dua orang anaknya yang ditembak oleh perampok kampung. Dengan berbekal mimpi akan “dunia yang baik”, Sulaiman memutuskan untuk hijrah–memulai hidup baru–ke Jakarta bersama Mina dan satu-satunya anak mereka, Mira. Belum cukup penderitaan keluarga Sulaiman, di perjalanan saat menumpang truk, bungkusan Mina dicuri oleh pemuda sesama penumpang. 

Kehidupan baru keluarga Sulaiman masih lekat dengan kemiskinan. Namun, terlepas dari itu, Sulaiman tidak pantang menyerah dalam bekerja sampai akhirnya ia menjadi kenek di suatu bengkel sepeda. Berbagai keahlian memperbaiki sepeda telah berhasil dikuasainya. Performa kinerja Sulaiman yang baik juga membawa bengkel pada kemajuan. Sulaimanlah yang memegang peran esensial dalam pengembangan bengkel yang juga melebarkan sayap menjadi toko perkakas sepeda dan mobil. Ekonomi keluarga Sulaiman pun perlahan membaik.

Mina yang ternyata tengah mengandung lagi, diam-diam menyisihkan uang untuk membeli alat perkakas bengkel dari tukang loak. Pada hari lahir anak terakhir mereka, Gumarang, barulah ia memberi alat perkakas bengkel tersebut kepada Sulaiman. Berkat hadiah dari Mina, Sulaiman akhirnya bertekad untuk membangun bengkel miliknya sendiri dan mengundurkan diri dari bengkel tempatnya bekerja.

Di sisi lain, Sulaiman merasa tidak enak hati–ia merasa berutang budi kepada majikannya yang sudah banyak menolongnya. Bagi majikannya, kehilangan Sulaiman merupakan bencana untuk bengkel. Namun tanpa disangka, majikannya justru memberikan sebuah amplop berisi uang sebagai tanda terima kasih atas kerja keras Sulaiman selama ini.

Perjuangan Sulaiman menuju “dunia yang baik” seperti janji orangtuanya masih terus berlanjut. Bersama dua kenek sekaligus sahabatnya, Dul dan Mijo, Sulaiman menghadapi berbagai musibah dan rintangan hidup yang datang. Nilai kejujuran dan kebaikan yang selama ini menjadi pedoman hidup Sulaiman diuji oleh kerasnya kehidupan Jakarta pada era 70-an.

Buku ini menyajikan bentuk narasi yang sederhana dan singkat dengan sedikit sentuhan alam sosialis yang samar. Melalui tokoh Sulaiman, Pram seolah mengajak pembaca untuk merenungkan pentingnya kesadaran kolektif antara si kaya dan si miskin, terlebih kesadaran untuk saling menolong dan melawan kejahatan yang tiada habisnya. Sulaiman memang berasal dari keluarga miskin, namun kemiskinan tidak membuatnya saling membenci, melainkan untuk berbuat baik dan bermanfaat bagi sesama.

Pram juga berulang kali menegaskan kejujuran sebagai nilai yang menjadi landasan manusia untuk hidup. Bekerja baik dan mendapat nafkah yang jujur adalah pegangan Sulaiman dalam segala kegiatannya. Dengan begitu, bukan hanya materi yang diraih, melainkan ketenangan jiwa dan raga itu sendiri.

Aspek selanjutnya yang dapat ditelusuri adalah bagaimana dalam setiap pengambilan keputusan rumah tangga dan pekerjaan, baik Sulaiman maupun Mina terlibat di dalam diskusinya. Sulaiman sebisa mungkin menghargai pendapat istrinya begitu juga sebaliknya. Keduanya saling menghargai peran mereka sebagai seorang ayah sekaligus suami dan ibu sekaligus istri. 

Di balik tipisnya halaman buku, Gulat di Jakarta berhasil merangkum berbagai gatra kehidupan seperti ekonomi, nilai dan moral, bahkan sosialisme dan feminisme yang sedikit-banyak hadir di dalamnya. Tak kalah penting, Pram sukses mengajak pembaca untuk melebur ke dalam dunia Sulaiman dan Mina yang serat akan pesan moral yang berharga. 

Bagaimana Sobat Warta, apakah kalian tertarik membaca buku Pram yang satu ini? Atau malah sudah membaca? Kalau sudah, yuk utaran pendapatmu tentang buku ini di kolom komentar!

Penulis : Andi Tiara

Editor : Abdullah Azzam Alhudhaibi

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *