Pemilahan Sampah di Unpad Minim, Faktor Penghambat Masih Berlanjut

Sudah selayaknya sebuah lingkungan kampus memiliki tatanan kebersihan yang terorganisir dilengkapi fasilitas yang memadai untuk menampung sampah dan mempermudah petugas kebersihan memilah sampah. Apa saja upaya Universitas Padjadjaran (Unpad) untuk menjaga kebersihan lingkungan kampus?

 

K3L KERJA EKSTRA DI TPA

Teguh Husodo, selaku Kepala Pusat Keselamatan, Keamanan, & Ketertiban Lingkungan (K3L) Unpad, menjelaskan tentang bagaimana K3L bekerja untuk kebersihan lingkungan kampus. “K3 ini terdiri dari bagian sapu, angkutan sampah, dan pengelolaan limbah di TPS. 

“Nah, ini semua satu sistem. Mereka sudah ditugaskan untuk mengumpulkan sampahnya, lalu dikumpulkan di satu titik. Nanti secara periode per dua jam, itu diangkut oleh angkutan sampah, dua truk. Nanti sampai di sana (TPA Ciparanje) dikelola oleh tim K3 yang bertugas di TPS, tapi sebetulnya jadi TPA di Ciparanje.”

Teguh juga menyatakan bahwa kantin juga ditugaskan untuk memilah sampah dapur dan anorganik, tetapi K3L tidak pernah menerima sampah organik dari kantin-kantin tersebut. “Pernah kita minta tapi mereka mengatakan limbah organiknya itu dijadikan makanan ikan. Jadi kita gak pernah limbah organik dari kantin. Jadi kita hanya (dapat) anorganiknya dari kantin,” ucap Teguh.

“Itu tupoksinya. Prakteknya? Lebih banyak yang tidak menjalankan. Jadi, limbah organik dan anorganik menjadi satu. Kemudian, pada saat dinaikkan ke truk, akhirnya yang kerja keras adalah K3 di TPA yang harus memilah ulang karena jumlah limbah yang besar. Hampir 3 sampe 5 ton per hari,” jelas Teguh.

Teguh menambahkan bahwa hanya sebagian kecil dari hasil sampah yang dapat diolah, sisanya dilakukan dumping dan juga pembuangan sampah yang sudah dipilah ke tungku pembakaran, serta pengomposan sampah organik.

 

KERJA SAMA BEM KEMA DENGAN PIHAK KAMPUS TERHAMBAT

Wakil Departemen Lingkungan Hidup BEM Kema Unpad Hegel Emre menjelaskan program-program yang dilaksanakan oleh pihak BEM Kema untuk membantu menjaga kebersihan lingkungan kampus. “Untuk program kerja lapangan, kita memiliki yang namanya Padjadjaran Green Activity yang berfokus kepada pengelolaan sampah, utamanya yang berada di Jatinangor dan di Unpad.

“Untuk yang rutinan, kita kerja riset dan kajian. Untuk di tingkat Unpad sendiri kita berfokus kepada Unpad Green Campus. Jadi, Unpad Green Campus memang pada tahun ini kita coba desak dan juga coba kita kaji lebih dalam kembali aspek-aspek mana saja yang Unpad belum penuhi untuk Unpad Green Campus ini. Sehingga, kita bisa mengajukan ataupun rektorat untuk memenuhi hal tersebut.”

Terkait dukungan dari pihak kampus terhadap program-program BEM Kema Unpad, Hegel mengaku bahwa terdapat keengganan dari pihak kampus untuk memberikan umpan balik. “Kita mencoba bekerjasama dengan K3L yang ada di Unpad terkait pengelolaan lingkungan hidup melalui peraturan Rektor nomor 45 tahun 2016 tentang Ketertiban, Keamanan, dan Keselamatan Lingkungan Hidup di kampus. 

“Namun,  dari hasil kajian dan kesaksian kami di lapangan, Unpad ini belum mengelola hal tersebut, yang mana Unpad ini sudah memiliki ibaratnya tempat-tempatnya. Namun, fungsinya masih belum dijalankan,” jelas Hegel.

Hegel juga menjabarkan kronologi diskusi yang telah ia lakukan beberapa waktu lalu dengan pihak rektorat, dimana rektorat sempat membuat surat edaran untuk mengurangi penggunaan styrofoam. “Kita tanyakan, bagaimana jika ini dibentuk dalam bentuk peraturan rektor? Karena ini akan membuat–ibaratnya dari aspek legalitas–bisa lebih mendorong program ini.

“Namun, jawaban dari pihak rektorat kemarin, bagaimana kita (mengadakan) gerakan dulu dari kolektif.  Nah, itu hal yang sangat kami sayangkan, lah, yang mana seharusnya unpad sendiri punya goals untuk green campus namun tidak mau membuat kebijakan yang tetap,” ungkap Hegel.

 

PERUBAHAN POLA PERILAKU MENJADI INTRINSIK

“Tidak ada kendala dari dukungan pimpinan (universitas), yang jadi persoalan menurut saya yang utama adalah bagaimana kita mengubah behavior,” kata Teguh. Ia  menambahkan bahwa, “Kegagalan yang paling besar adalah bahwa kita gagal dalam mengubah behavior di sumber sampah.”

Teguh menegaskan bahwa pemilahan sampah juga dihambat dari faktor perilaku sivitas akademika dalam mengolah sampah dalam lingkungan kampus. “Jadi kalau kita mampu memilah sampah, maka dengan tempat sampah yang tidak harus warna warni itu juga behavior-nya bisa dilakukan.“

“Sudah ada tulisan organik anorganik, isinya sama gak?” tanya Teguh secara retoris.

Dengan ini, pihak K3L ingin mengupayakan adanya pembangunan pola perilaku menjadi sebuah budaya yang dapat memudahkan pemilahan sampah di Unpad dan tidak memberatkan tenaga kerja K3L di TPA Ciparanje.

“Ya, tentunya dukungan infrastruktur dan seterusnya itu memang perlu tapi yang paling utama adalah behavior,” pungkas Teguh.

 

Reporter : Naia Emmyra
Editor : Shakila Azzahra M.

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *