Pegiat Hak Disabilitas Anggap Fasilitas Unpad Masih Belum Inklusif

Gambar odong sebagai transportasi publik di Unpad (Sumber : Fotografer Warta Kema)

 

Gambar odong sebagai transportasi publik di Unpad (Sumber: Fotografer Warta Kema)
Gambar odong sebagai transportasi publik di Unpad (Sumber: Fotografer Warta Kema)

 

Warta Kema — Pada tahun 2021, Rektor Universitas Padjadjaran (Unpad) Rina Indiastuti mengatakan bahwa Unpad siap menjadi kampus ramah disabilitas. Ia turut menuturkan bahwa Unpad berusaha membuka akses seluas mungkin bagi penyandang disabilitas di universitas. Satuan tugas untuk mahasiswa penyandang disabilitas kemudian dibentuk pada tahun 2023 melalui surat Keputusan Rektor Nomor 1046/UN6.RKT/Kep/HK/2023.

 

Keterbatasan Layanan dan Pendataan Unpad

Rendy, mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi sekaligus penyandang tuna daksa, mengatakan bahwa dirinya masih dapat mengikuti perkuliahan secara normal. Namun, dirinya lebih mudah lelah karena keterbatasan fisik. Rendy dalam wawancaranya dengan Warta Kema (03/05), mengaku bahwa masih terdapat kesulitan bagi beberapa kalangan, seperti penyandang tunanetra dan lainnya. 

“Dari pengakuan yang lain, sih, seperti tunarungu, masih ada akses yang belum memadai, kayak mereka harus mencari sendiri juru bahasa isyaratnya,” tuturnya.

Dalam layanan dan pendataan, lanjut Rendy, Unpad masih belum menyediakan layanan dan pendataan mahasiswa difabel yang dimulai pada saat mereka menjadi mahasiswa baru sehingga pihak kampus mengetahui kebutuhan-kebutuhan mereka dalam menjalani perkuliahan.

 

Odong Tidak Ramah Mahasiswa Difabel

Odong sebagai transportasi publik di Unpad menjadi kendaraan yang mudah diakses oleh para mahasiswa, tetapi sayangnya beberapa mahasiswa difabel tidak merasakannya. 

MMP, mahasiswa Fakultas Keperawatan angkatan 2020 dan penyandang dwarfisme, mengatakan kalau transportasi publik di Unpad masih belum ramah. 

“Odongnya itu lumayan besar, jadi kalau mau naik itu butuh effort buat naiknya, kayak jarak dari tanah ke dalam kendaraannya itu agak lumayan susah,”  ujar MMP dalam wawancaranya dengan Warta Kema (01/05).

Nada yang sama juga diutarakan oleh FH, mahasiswa pascasarjana Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Unpad angkatan 2023 dan penyandang tunadaksa. Dalam wawancaranya dengan Warta Kema (06/05), dia mengatakan kalau odong masih belum memadai sehingga mahasiswa difabel masih kesulitan dalam menjangkaunya, terutama jika harus berebut tempat dengan mahasiswa pada umumnya. 

“Untuk odong juga agak susah, kalau bisa disediakan fasilitas yang memadai untuk mahasiswa difabel,” tutur FH.

 

Mahasiswa Difabel Kesulitan Akses Fasilitas Umum

Lalu, bagaimana dengan fasilitas umum lainnya? Ternyata mahasiswa difabel masih merasa kesulitan dalam mengunjungi fasilitas umum, seperti kantin dan tempat ibadah. Kesulitan tersebut lebih condong disebabkan oleh akses masuknya, seperti ketiadaan besi pegangan yang terdapat di tangga, sehingga menyulitkan pergerakan mereka yang mengalami keterbatasan fisik.

Meskipun terdapat beberapa kekurangan dalam fasilitas Unpad terhadap mahasiswa difabel, sudah terdapat perbaikan fasilitas di beberapa fakultas. Hal tersebut dirasakan oleh Rendy di Fikom dengan adanya pegangan di sebelah tangga dan layanan bagi disabilitas melalui forum FGD with Disability Students.

Peningkatan tersebut juga diakui oleh FH yang mengatakan bahwa ketersediaan fasilitas untuk difabel mengalami peningkatan. Misalnya, tambahan kursi roda di beberapa gedung dan toilet ramah disabilitas. Namun, ia berharap agar Unpad dapat terus meningkatkan fasilitas bagi mahasiswa difabel.

“Kalau bisa disediakan besi untuk pegangan, mungkin tidak seberapa, sih, kalau dianggarkan (dananya) dari pihak kampus,” pungkasnya.

Dalam konteks fasilitas non-fisik, seperti ekosistem perkuliahan dan proses pembelajaran, beberapa mahasiswa difabel, seperti MMP mengatakan bahwa mereka sudah dilibatkan dalam kegiatan akademik dan non-akademik sebagaimana mestinya. Namun, ia berharap agar ke depannya Unpad bisa lebih memperhatikan kebutuhan mahasiswa difabel.

“Semoga Unpad lebih memperhatikan hal-hal kecil dari kita, dari transportasi, kebutuhan-kebutuhan kita dalam pendidikan, mungkin dari mereka yang bisu dan Tuli dikasih fasilitas yang mendukung dalam pembelajaran,” katanya.

 

Kehadiran Juru Bahasa Isyarat

Unpad telah menyediakan Juru Bahasa Isyarat (JBI) pada akhir tahun 2023 di dalam Unit Layanan Terpadu (ULT). Keberadaan JBI di Unpad mempermudah mahasiswa difabel yang mengalami Tuli. 

Dina, mahasiswi Magister Inovasi Regional angkatan 2023 dan penyandang Tuli, menulis kepada Warta Kema (05/05) bahwa keberadaan JBI membantunya selama perkuliahan dan terdapat beasiswa bagi mahasiswa/i penyandang Tuli.

Kehadiran JBI tersebut ada setelah Dina berdiskusi dengan tim Satgas. 

“Alhamdulillah, tim Satgas ini sudah mau mendengarkan dan secara terbuka dan turut memperjuangkan untuk posisi mahasiswa disabilitas Tuli melalui komunikasi diplomasi yang saya gunakan kepada tim Satgas sangat terbuka untuk membuka pintu diskusi bersama,” lanjut Dina. 

Di sisi lain, masih terdapat sebagian fasilitas Unpad yang belum ramah disabilitas tuli, misalnya pada bus Unpad yang hanya menyediakan bel dan tidak menyediakan fasilitas yang didesain khusus untuk disabilitas Tuli. 

“Mungkin sebagian yang belum tahu sama kebutuhan mahasiswa disabilitas Tuli, semoga saja ada sistem panggil melalui bel tombol di dalam bus Unpad, supaya supir tahu di mana letak mereka ingin turun di fakultas,” tuturnya.

Unpad, menurutnya, seharusnya menyediakan Unit Layanan Disabilitas untuk meningkatkan aksesibilitas dan fasilitas layanan untuk mahasiswa difabel. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) juga sebaiknya mendukung Unit Layanan Disabilitas dan melibatkan mahasiswa difabel dalam berpartisipasi mengenai isu-isu disabilitas. 

 

Sistem untuk Penyandang Disabilitas Harus Diubah

Herlina Agustin, salah satu dosen di Fakultas Ilmu Komunikasi yang juga merupakan pegiat hak disabilitas mengatakan bahwa Unpad tidak memiliki data yang pasti mengenai mahasiswa difabel. 

“Jadi, datanya masih data kasar karena yang ngumpulin dari teman-teman satuan tugas,” kata Herlina.

Kesulitan dalam memastikan data mahasiswa difabel, menurutnya dikarenakan belum tersedianya layanan khusus disabilitas di Unpad. Mahasiswa penyandang disabilitas tidak diberikan ruang untuk menyampaikan bahwa dirinya adalah mahasiswa difabel.

Terkait fasilitas Unpad bagi mahasiswa difabel, Herlina mengatakan bahwa mahasiswa difabel, baik yang mental maupun fisik sudah dilibatkan, tetapi hubungan tersebut masih bersifat personal. 

“Seharusnya dalam memenuhi kebutuhan mahasiswa difabel, harus dibuat sistem yang mendukung,” kata Herlina merujuk pada unit layanan khusus disabilitas yang ia harapkan ada di Unpad pada bulan November 2024. 

Menanggapi pernyataan rektor pada tahun 2021, Herlina mengatakan, terdapat peningkatan dalam fasilitas, tetapi peningkatannya sedikit sekali, masih minor. 

“Memang belum, kenyataannya belum inklusif bagi disabilitas,” tutur Herlina.

Herlina juga merasa bahwa kehadiran satuan tugas (satgas) yang dibentuk pada tahun 2023 kurang efektif karena tidak bisa bergerak dengan cepat. Satgas tidak memiliki kewenangan untuk mengubah sistemnya sehingga menurutnya harus ada unit yang berdiri sendiri. 

“Harus ada unit sendiri, mudah-mudahan di bulan November ini jadi, kami mencoba membuat strukturnya, organisasinya, dan sistemnya,” jelas Herlina. Selain itu, Herlina berharap Unpad bisa menjadi host paralympic untuk mahasiswa difabel se-Indonesia pada tahun 2030 nanti.

 

Nama : Dippo Alam Satrio

Editor : Luh Muni Wiraswari, Zulfa Salman

Fotografer : Alif Rayhan Madani Dalimunthe

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *