Pro-Kontra Perubahan Nilai Mutu UNPAD, Siapa yang Diuntungkan?

Gedung Rektorat Unpad
Gedung Rektorat Unpad
Gedung Rektorat Unpad. (Sumber: Fotografi Warta Kema)

 

Warta Kema — Universitas Padjadjaran menetapkan kebijakan baru mengenai perubahan nilai mutu dalam sistem penilaian yang dimulai pada semester genap ini. Kebijakan baru ini menimbulkan pro dan kontra, banyak mahasiswa yang merasa keputusan ini tiba-tiba dan terlalu cepat penerapannya. Mereka  banyak menyampaikan keterkejutan dalam platform menfess X @DraftAnakUnpad.

Di samping isu yang beredar secara informal di lingkungan kampus, informasi resmi soal kebijakan ini diketahui oleh para mahasiswa pada tanggal 7 April 2024 lewat akun Instagram @pacarunpad. Dalam postingan tersebut, tercantum tautan yang berisi surat tentang pemberitahuan berlakunya Peraturan Rektor Nomor 19 Tahun 2023. 

Kebijakan ini menunjukkan peningkatan standar nilai demi mendapat huruf mutu A. Sebelumnya, mahasiswa hanya perlu mendapatkan nilai minimal 80, tetapi kini berubah menjadi minimal 91. Hal ini disebabkan oleh diadopsinya format plus dan minus untuk mengisi celah antara A ke B dan seterusnya.

Lantas, untuk apa kebijakan ini diambil sebenarnya?

Wakil Rektor 1 Universitas Padjadjaran, Arief Sjamsulaksan Kartasasmita, dalam wawancara dengan Warta Kema menyatakan bahwa kebijakan ini diambil dengan tujuan menjadi apresiasi bagi mahasiswa berprestasi sehingga bisa membedakannya dengan mahasiswa yang lain.

“Kalau dulu kan angka mutu hanya 0, 1, 2, 3, 4 lalu mereka yang mendapat 3,2 atau 3,6 hanya mendapatkan B. Jadi, untuk mereka yang lebih pintar dengan yang tidak itu nggak ada bedanya”, kata Arief.

Menurutnya, sistem penilaian yang baru ini akan membuat penilaian menjadi lebih objektif dan terukur untuk setiap mahasiswa. Lewat adopsi sistem penilaian baru ini, diharapkan agar mahasiswa lain menjadi lebih terdorong semangatnya untuk mengejar huruf mutu A dalam penilaian.

“Dan yang pasti, supaya memberikan motivasi lebih kuat ya, belajar. Sekarang kan sama aja, dapatnya ya B aja atau C aja,” tambah Arief.

Selain soal motivasi dan apresiasi, Arief menyebut kebijakan ini diambil karena ada range yang terlalu besar antar huruf mutu, sehingga format huruf mutu plus minus diperlukan.

Sejalan dengan pernyataan tersebut, Herlina Agustin, salah satu dosen di Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) menyatakan bahwa range nilai dari sistem sebelumnya kurang tepat. Sosok yang kerap disapa Bu Titin oleh anak didiknya ini memberikan ilustrasi soal mahasiswa yang mendapat nilai 79 harus rela mendapat huruf mutu B, padahal hanya berjarak 1 poin dari nilai minimal huruf mutu A.

“Menurut saya ini sebuah kemajuan, ya. Walaupun seharusnya sejak lama diterapkan, tapi Alhamdulillah,” kata Herlina dalam wawancara bersama Warta Kema.

Menanggapi kebijakan baru ini,  Keisha Balqis, mahasiswi dari Fakultas Pertanian menyebut bahwa ia menerima kebijakan perubahan nilai mutu ini. Walaupun mengaku terkejut dengan penerapannya secara langsung pada semester ini, tetapi ia menganggap perubahan ini akan mendorongnya agar belajar lebih giat untuk mencapai target yang lebih tinggi.

“Aku berpikir bahwa kebijakan ini dibuat ada alasan yang telah dipertimbangkan, dan aku berharap semua mahasiswa menjadi lebih giat untuk mendapat nilai yang memuaskan,” ujar Keisha. 

Berbanding terbalik dengan Keisha, Muhammad Fadhlurrahman Khoolish, mahasiswa dari Fakultas Ilmu Budaya 2022 justru tidak setuju. Baginya, jika tujuannya adalah untuk memberi motivasi kepada mahasiswa, akan lebih efektif jika pihak kampus menerapkan sistem reward yang lebih jelas.

“Misalkan mahasiswa mendapat nilai bagus terus bisa mendapat rekomendasi, itu akan lebih efektif. Selain itu, mereka yang mendapat nilai 79 juga tidak mengharapkan untuk mendapat B+, tapi A,” kata Khoolish. 

Muhammad Fadhlurrahman Khoolish, mahasiswa Unpad angkatan 2022 dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB) menyayangkan jika kebijakan ini langsung diterapkan pada semester ini. Menurutnya, perubahan ini akan membingungkan mahasiswa nantinya.

“Cukup di mahasiswa baru ya, angkatan 2024, karena perubahan ini bikin transkrip nilai mahasiswa lama jadi nggak rapi dan membingungkan,” ujar Khoolish.

Khoolish berharap penerapan kebijakan ini hanya diterapkan untuk mahasiswa baru, tidak untuk mahasiswa lama. Sebab menurutnya, hal ini justru merugikan karena akan penerapannya yang mendadak sehingga mengejutkan mahasiswa dan dosen. Khoolish menambahkan, bahwa pihak-pihak yang terlibat membutuhkan penyesuaian untuk kebijakan perubahan nilai mutu.

Lalu, bagaimana menurut sobat Warta Kema? Apakah kalian setuju dengan kebijakan perubahan nilai mutu ini?

 

 

Reporter: Raja Azhar

Editor: Luh Muni Wiraswari

Fotografer: Alif Rayhan Madani Dalimunthe

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *